kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45930,39   2,75   0.30%
  • EMAS1.320.000 -0,38%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Sempat tertekan dalam, GBP/USD berpeluang bangkit pekan ini


Senin, 05 Agustus 2019 / 05:35 WIB
Sempat tertekan dalam, GBP/USD berpeluang bangkit pekan ini


Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Setelah sempat tertekan dalam di pekan lalu, pergerakan mata uang poundsterterling (GBP) diprediksi mampu rebound di pekan depan. Sehingga, investor punya peluang untuk membeli pasangan GBP/USD saat menyentuh level terendah.

Berdasarkan data Bloomberg, pergerakan pasangan GBP/USD pada perdagangan akhir pekan lalu masih koreksi. Meskipun begitu, capaian tersebut masih cukup baik mengingat pergerakan mata uang GBP cenderung mulai naik.

Baca Juga: Melihat peluang dari tren rambut, Jeremy Thomas berbisnis pomade

Analis Finex Berjangka Nanang Wahyudi mengatakan, pekan lalu pergerakan poundsterling sempat tertekan dalam, seiring banyaknya data ekonomi cenderung berdampak negatif bagi mata uang Ratu Elisabeth tersebut.

Beberapa data ekonomi pada Kamis (1/8) banyak disoroti pelaku pasar, seperti langkah Bank Sentral Inggris (BoE) yang tidak mengambil keputusan berarti terhadap kebijakan moneternya.

"Meskipun begitu, BoE masih dovish terhadap pemangkasan suku bunga acuannya. Selain itu, data inflasi Inggris juga belum begitu menggairahkan pasar," kata Nanang kepada Kontan, Sabtu (3/8).

Selain itu, pasar juga masih berharap adanya sinyal positif dari Perdana Menteri Inggris yang baru yakni Borsi Johnson, untuk melakukan kesepakatan dengan Uni Eropa, sebelum akhirnya Inggris benar-benar keluar dari benua biru tersebut, atau dikenal dengan Brexit.

Meskipun sebagian besar pasar meyakini bahwa Boris bakal mengambil jalur No Deal atau tanpa kesepakatan saat mengumumkan hasil Brexit di 31 Oktober 2019. "Dengan meningkatnya no deal Brexit, ini membuat pasar merasa dikecewakan dan kembali memberikan tekanan bagi poundsterling," jelasnya.

Baca Juga: Kuala Lumpur, kota paling terjangkau bagi pelajar

Sementara itu, Inggris juga memangkas proyeksi pertumbuhan ekonominya dari sebelumnya 1,5% menjadi 1,3% di 2019. Sedangkan untuk tahun depan, proyeksinya Inggris hanya akan tumbuh 1,3% saja, lebih rendah dari estimasi sebelumnya yakni 1,6%. Sedangkan untuk target inflasi justru dinaikkan menjadi 1,9% dari sebelumnya 1,72% di 2020.

Padahal, Nanang menjelaskan bahwa kenaikan inflasi Inggris tidak berpengaruh terhadap kebijakan moneter BoE, selama ketidakpastian Brexit masih berlanjut.

Di sisi lain, pada penutupan perdagangan pekan lalu, kurs GBP sempat berhasil bangkit, lantaran data non farm payroll (NFP) di AS mencatatkan penurunan dari ekspektasi pasar menjadi 163 dari 194 poin data sebelumnya. Selain itu, penurunan tingkat pengangguran AS cenderung moderat dan membuat kurs dollar AS kembali tertekan.

Selain itu, perkembangan terbaru mengenai perang dagang antara AS dengan China, juga turu memberikan sentimen negaif bagi dollar AS. Di mana, Presiden AS Donald Trump mengancam akan memberikan sanksi berupa beban impor 10% atau senilai US$ 300 miliar terhadap barang-barang China, jika pada pertemuan negosiasi berikutnya tidak tercapai kesepakatan atau titik temu.

Baca Juga: Rupiah diproyeksi masih akan terpuruk di awal pekan ini

Apalagi, Bank Sentral AS (The Fed) juga sudah mengumumkan keputusannya untuk memangkas suku bunga acuan sebanyak 25 basis poin (bps) ke level 2% hingga 2,5% dan membuat pasar kecewa karena pemangkasan tersebut tidak setinggi harapan pasar yakni 50bps.

"Itu semua membuat data market campur aduk dengan berbagai sentimen. Untuk pekan depan, secara teknikal peluang rebound masih terbuka," ungkapnya.




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Trik & Tips yang Aman Menggunakan Pihak Ketiga (Agency, Debt Collector & Advokat) dalam Penagihan Kredit / Piutang Macet

[X]
×