kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45906,64   6,79   0.75%
  • EMAS1.395.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.17%
  • RD.CAMPURAN 0.09%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.03%

Selisih Suku Bunga Menipis, Investasi Aset Dollar AS Dinilai Kurang Menggiurkan


Sabtu, 06 Mei 2023 / 12:34 WIB
Selisih Suku Bunga Menipis, Investasi Aset Dollar AS Dinilai Kurang Menggiurkan
ILUSTRASI. Dollar AS


Reporter: Sugeng Adji Soenarso | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Efek kenaikan suku bunga acuan The Fed sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 5% - 5,25% mendorong selisih dengan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) menjadi 50 bps. Selisih ini menjadi paling tipis sepanjang sejarah.

Analis menilai bahwa hal itu mendorong investasi berbasis Dollar AS kurang menggiurkan. Terlebih potensi lanjutan atas penguatan Rupiah.

Chief Analyst DCFX Futures Lukman Leong menjelaskan, jika dibandingkan antara obligasi pemerintah AS dan Indonesia ia melihat SBN masih tetap akan menjadi investasi yang lebih menarik dibandingkan dengan Treasury note. Sebab, walau hanya selisih 50bps tetapi tetap lebih tinggi.

"Rupiah juga kedepannya diperkirakan masih akan menguat, didukung oleh pertumbuhan ekonomi yang kuat, inflasi yang telah hampir mencapai target BI, dan cadangan devisa yang terus meningkat dari surplus perdagangan yang berkelanjutan," jelasnya kepada Kontan.co.id, Jumat (5/5).

Baca Juga: Hati-hati Investasi di Aset Dollar AS Meski Selisih Bunga Kian Menipis

Meski begitu, dari seluruh instrumen investasi berbasis Dollar AS, Lukman menilai hanya obligasi AS yang paling menarik. Sebab, nilai obligasinya juga akan naik seiring dengan ekspektasi penurunan pada suku bunga dan imbal hasil.

Head of Business Development Division HPAM Reza Fahmi melanjutkan, BI menghentikan sementara siklus pengetatan suku bunga dalam 3 bulan terakhir. Beberapa ekonom memperkirakan BI tidak akan mengubah suku bunga acuan sampai akhir tahun ini.

Secara umum bank sentral di Asia berada di jalur kebijakan yang berbeda-beda akhir-akhir ini karena mereka memiliki faktor inflasi dan pertumbuhan ekonomi yang berbeda.

"Untuk Indonesia sendiri khususnya menjadi negara emerging market yang diuntungkan, karena dengan kondisi seperti ini banyak investor yang memilih investasi pada emerging market dibanding dengan investasi berbasis dollar," paparnya.

Reza justru menyarankan investor wait and see terlebih dahulu untuk berinvestasi pada instrumen berbasis Dollar AS.

Ia menilai investor bisa mencermati market saham emerging market, seperti Indonesia, didukung oleh fundamental ekonomi yang baik yang didukung oleh data domestik tumbuh 4,97% di kuartal I 2023 dan masih terus berlanjutnya musim laporan keuangan berpeluang menjadi sentimen positif untuk IHSG.

"Investor bisa melakukan dollar cost averaging dalam pembelian saham, di saat market koreksi bisa memaksimalkan pembelian saham. Selain itu investor bisa juga mendiversifikasikan dana pada produk reksadana berbasis saham untuk koleksi investasi para investor," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×