kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Sektor perkebunan masih hadapi sejumlah tantangan di 2018


Selasa, 13 Februari 2018 / 22:15 WIB
Sektor perkebunan masih hadapi sejumlah tantangan di 2018
ILUSTRASI. BUAH KELAPA SAWIT


Reporter: Dede Suprayitno | Editor: Dupla Kartini

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Saham sektor perkebunan pada tahun lalu menjadi sektor pemberat IHSG. Kinerjanya paling buncit di Bursa Efek Indonesia. Sejak awal 2018 hingga saat ini, saham perkebunan mencatatkan pertumbuhan tipis 0,93%, sementara indeks bertumbuh 3,5%.

Yosua Zisokhi, Senior Analyst Henan Putihrai Sekuritas menyatakan, sektor ini masih menghadapi tantangan dengan rendahnya penyerapan CPO di kawasan Eropa dan Amerika. Selain itu, adanya subtitusi minyak kedelai juga membuat sektor ini melemah. Kedua faktor tersebut disertai naiknya suplai menyebabkan adanya tekanan pada harga jual CPO.

Disamping itu, menguatnya dollar AS juga memicu harga CPO yang diperdagangkan dalam mata uang Ringgit Malaysia terlihat melemah. “Kalau dibilang oversupply saya kurang setuju, saya lebih setuju harga kembali normal,” kata Yosua, Selasa (13/2).

Pasalnya, pada tahun lalu, rata-rata harga berkisar di RM 2.600-RM 2.700 terkena imbas suplai yang tipis, karena adanya efek El-nino di awal tahun. Bahkan, harga CPO tahun 2016 hanya di kisaran RM 2.600-an, tahun 2015 kurang lebih RM 2.300-an dan tahun 2014 hanya di level RM 2.400-an.

"Nah setelah hilangnya efek El-nino dan permintaan tumbuh pelan, maka harga CPO di kisaran sekarang RM 2.400-RM 2500 masih wajar,” ungkapnya.

Yosua masih memandang baik sektor perkebunan.  Menurutnya, permintaan masih akan tetap tinggi dari China, India dan dalam negeri terutama dari sektor biofuel. Biofuel seperti biodiesel akan cukup diminati seiring dengan kenaikan yang terjadi pada harga minyak mentah dunia. Terlebih adanya CPO fund yang diusung pemerintah juga membuat penyerapan biofuel seharusnya cukup baik.

Dari sisi produksi, dia menilai tidak ada problem cuaca ekstrim seperti La-nina. Namun masih diberlakukannya moratorium pembukaan lahan, membuat dalam jangka panjang, produksi CPO dari masing-masing emiten akan menemui titik stagnansi.

Saat ini, sektor CPO diuntungan dengan kenaikan harga CPO yang baru terjadi pada pekan ini dan harga CPO sekarang sudah kembali memasuki level RM 2.500-an. Berbeda dengan awal bulan Februari yang berada di bawah RM 2.500 per ton. Namun perlu ditekankan bahwa harga saham tetap berfluktuatif dengan banyaknya faktor yang mempengaruhi.

“Kami masih prefer terhadap AALI dan LSIP, karena keduanya merupakan emiten yang memiliki luas lahan paling banyak dibandingkan emiten lain. Buy saham AALI dengan target harga Rp 18.050 dan LSIP dengan target harga Rp 1.710,” katanya.

Pada perdagangan Selasa (13/2), saham AALI ditutup pada level Rp 13.400, dan LSIP di Rp 1.355.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×