Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Putri Werdiningsih
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tantangan emiten semen di Tanah Air masih berat di tengah transisi pemerintahan. Ketidakpastian sejumlah rancangan kebijakan menambah berat kinerja yang sudah terbebani kondisi oversupply.
Presiden Direktur PT Indocement Tunggal Prakarsa Tbk (INTP) Christian Kartawijaya mengatakan, saat ini konsumsi semen nasional hanya sekitar 65 juta ton, sementara kapasitas industri mencapai 119-120 juta ton.
“Sehingga, ada kelebihan suplai sekitar 55 juta ton. Artinya, utilisasi pabrik hanya sekitar 55%-60% dan ada 40%-45% pabrik stop,” ujarnya saat ditemui Kontan, Senin (25/11).
Namun, INTP optimistis pertumbuhan kinerja penjualan semen bisa mencapai 9% di akhir tahun 2024. Menurutnya, kinerja INTP secara umum juga sebenarnya tak tumbuh lebih tinggi dari pertumbuhan kinerja industri semen Tanah Air di tahun 2024. Pertumbuhan industri semen sekitar 3% di tahun 2024.
Angka pertumbuhan yang tercatat cukup besar di tahun 2024 berasal dari bergabungnya Semen Grobogan dan Semen Bosowa Maros yang baru terkonsolidasi ke laporan keuangan INTP di tahun ini.
“Kinerja pertumbuhan INTP tidak akan jauh berbeda dengan pertumbuhan industri semen nasional. Namun, tahun ini khusus karena ada Grobogan dan Bosowa Maros yang di tahun sebelumnya belum dilaporkan,” tuturnya.
Baca Juga: Indocement (INTP) Optimistis Kinerja Tumbuh Hingga 9% di Akhir Tahun 2024
Di tahun 2025, Christian melihat tantangan di industri semen masih sama beratnya dengan tahun ini lantaran transisi pemerintahan masih berlangsung. Dia pun memperkirakan, pertumbuhan kinerja industri semen juga ada di sekitar 2%-3% di tahun depan.
Kenaikan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar 12% juga bisa menurunkan daya beli masyarakat yang pada akhirnya menurunkan permintaan akan semen retail.
Namun, jika program tiga juta rumah yang dicanangkan Presiden Prabowo Subianto bisa dikerjakan lebih awal, tidak mustahil jika pertumbuhan kinerja industri semen bisa di atas 5% pada tahun depan.
“Pertumbuhan itu jadi sejalan dengan PDB Indonesia. Per satu rumah itu butuh sekitar 2,5 juta-2,7 juta ton semen. Jika ada 3 juta rumah, berarti butuh 6,7 juta ton,” ungkapnya.
Di sisi lain, dilanjutkannya insentif PPN DTP juga bisa menaikan permintaan akan semen kantong yang dijual secara retail untuk membangun rumah.
INTP juga optimistis dengan permintaan semen dari kelanjutan pembangunan infrastruktur di tahun depan, termasuk dari proyek IKN.
“Pembangunan MRT dan LRT di Jabodetabek juga bisa meningkatkan permintaan semen. Selain itu, sejumlah bangunan data center dan pabrik juga masih berlangsung,” paparnya.
Dengan beratnya sentimen di industri semen saat ini, kinerja INTP juga mengalami perlambatan di sepanjang tahun.
Melansir laporan keuangan, INTP mencatatkan pendapatan neto Rp 13,32 triliun per kuartal III 2024. Raihan ini naik 3,03% secara tahunan alias year on year (YoY) dari Rp 12,92 triliun per kuartal III 2023.
Laba periode berjalan yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk pun menjadi sebesar Rp 1,05 triliun per 30 September 2024. Angka ini turun 16,67% YoY dari Rp 1,26 triliun pada periode sama tahun lalu.
Nasib serupa juga dialami emiten semen lainnya. Lirik saja kinerja PT Semen Indonesia Tbk (SMGR) yang mencatatkan pendapatan sebesar Rp 26,29 triliun per kuartal III 2024, ini turun 4,93% yoy dari Rp 27,66 triliun per kuartal III 2023. Laba bersih SMGR pun tercatat menjadi Rp 719,72 miliar, turun 58% yoy dari Rp 1,71 triliun pada periode sama tahun lalu.
PT Cemindo Gemilang Tbk (CMNT) mencatatkan rugi Rp 176,7 miliar per kuartal III 2024. Ini berbanding terbalik dari pendapatan operasi lain sebesar Rp 3,20 miliar di periode sama tahun lalu.
Sementara, CMNT mengantongi pendapatan neto dari kontrak dengan pelanggan sebesar Rp 6,49 triliun per kuartal III 2024. Meskipun naik 37% secara kuartalan, tetapi raihan ini turun 5,34% yoy.
Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas Nafan Aji Gusta mengatakan, kinerja emiten semen ke depan akan bergantung pada komitmen pemerintah dalam mewujudkan janji politiknya, khususnya dalam pembangunan infrastruktur.
“Dengan adanya komitmen untuk melanjutkan pembangunan IKN, hasilnya bisa berdampak baik juga pada pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan untuk tumbuh di atas 5%,” ujarnya kepada Kontan, Senin (25/11).
Selain itu, jika Bank Indonesia (BI) bisa kembali menurunkan suku bunga, ada kemungkinan permintaan akan semen bisa meningkat. Sebab, turunnya suku bunga BI bisa menaikkan permintaan masyarakat untuk mengambil KPR dan KPA.
Di sisi lain, emiten semen juga bisa menjaga keberlanjutan kinerja dengan berkomitmen untuk menggunakan bahan bakar ramah lingkungan.
“Meskipun harga batubara sendiri saat ini juga sedang mengalami penurunan. Namun, penggunaan bahan bakar alternatif bisa menurunkan dampak buruk fluktuasi harga batubara,” paparnya.
Nafan pun merekomendasikan accumulative buy untuk SMGR dan INTP dengan target harga masing-masing Rp 4.850 per saham dan Rp 7.950 per saham.
Sementara pengamat Pasar Modal dan Founder WH Project, William Hartanto melihat, pergerakan saham INTP ada di level support Rp 6.675 per saham dan resistance Rp 7.300 per saham.
“Tren melemah dan indikator MACD golden cross mengindikasikan jenuh jual,” ujarnya kepada Kontan, Senin (25/11). William pun merekomendasikan beli untuk INTP dengan target harga Rp 7.300 - Rp 7.500 per saham.
Equity Analyst Kanaka Hita Solvera William Wibowo melihat, pergerakan saham INTP berada di level support Rp 6.275 per saham dan resistance Rp 7.100 per saham. William pun merekomendasikan buy on weakness untuk INTP dengan target harga Rp 7.100 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News