Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Anggaran infrastruktur untuk pagu 2025 masih belum bisa dipastikan jumlahnya. Hal ini dinilai bisa menjadi pisau bermata dua bagi kinerja para emiten BUMN Karya yang mengemban amanat pembangunan infrastruktur Tanah Air.
Berdasarkan catatan Kontan.co.id, Menteri Pekerjaan Umum (PU) Dody Hanggodo mengatakan, anggaran infrastruktur untuk pagu 2025 masih ditahan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani. Hal itu diakui Dody merupakan arahan dari Presiden Prabowo Subianto.
Dody juga mengaku belum mengetahui berapa anggaran yang akan digelontorkan untuk menunjang proyek infrastruktur di tahun depan. Untuk itu, dia bakal berkomunikasi lebih lanjut antar kementerian terkait rencana pembangunan.
Bukan berarti proyek infrastruktur akan dihentikan begitu saja meskipun ada kemungkinan kaji ulang dan penyetopan sejumlah proyek, khususnya untuk proyek bendungan.
Sejumlah emiten BUMN Karya pun mengaku masih mengerjakan sejumlah proyek pembangunan di Tanah Air sesuai dengan kontrak yang telah didapatkan, khususnya di Ibu Kota Negara (IKN).
Baca Juga: Rekomendasi Saham WTON yang Menemui Tantangan di Periode Peralihan Pemerintahan
Misalnya, PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) mengaku, saat ini proyek-proyek yang sedang dikerjakan oleh WIKA masih berdasarkan kontrak yang telah didapat masih berjalan.
Sekretaris Perusahaan WIKA Mahendra Vijaya mengatakan, WIKA Group telah meraih kontrak baru sebesar Rp 15,58 triliun hingga kuartal III 2024 dengan porsi proyek dari pemerintah sebesar 57%. Sisanya sebesar 43% berasal dari BUMN dan swasta.
Untuk di IKN, saat ini WIKA Group terlibat dalam pengerjaan 14 proyek dengan total nilai kontrak sebesar Rp 13 triliun secara keseluruhan.
”Proyek yang saat ini sedang berjalan di antaranya adalah Proyek Peningkatan Jalan Kawasan Hankam & Lingkar Sepaku 4, Jaringan Perpipaan Air Limbah IKN Zona 1 & 3, dan Instalasi Pengolahan Air Sepaku. Semuanya adalah proyek pemerintah,” ujarnya kepada Kontan, Kamis (21/11).
Baca Juga: WEGE Proyeksi Penerimaan Kontrak Baru Meleset dari Target Awal Rp 5 Triliun
PT Wijaya Karya Beton Tbk (WTON) juga mengaku masih mengerjakan proyek yang berasal dari pemerintah.
“Kalau seandainya ada proyek yang diminta dikerjakan, dengan senang hati akan dilakukan, termasuk proyek IKN yang merupakan penugasan dari pemerintah,” ujar Sekretaris Perusahaan WTON, Yushadi, saat ditemui Kontan.co.id di Jakarta, Kamis (21/11).
Namun, pergantian pemerintah yang kerap diikuti dengan penerapan sejumlah kebijakan baru diakui WTON bisa memperlambat pertumbuhan kinerja, khususnya dari raihan kontrak baru.
WTON bahkan merevisi target raihan nilai kontrak baru ke Rp 6 triliun di akhir tahun 2024, dari sebelumnya Rp 7,48 triliun di tahun ini.
Sebagai catatan, omzet kontrak baru WTON sudah sebesar 81% atau senilai dengan Rp 4,99 triliun hingga Oktober 2024. Proyek yang menyumbang performa didominasi oleh proyek pada sektor infrastruktur sebesar 71,55%.
Lalu, disusul proyek di sektor industri sebesar 13,87%, proyek di sektor kelistrikan sebesar 7,12%, serta sisanya berasal dari sektor properti 6,71%, energi 0,49%, tambang 0,26%.
Sementara itu, berdasarkan segmentasi pelanggan, perolehan kontrak baru didominasi oleh pelanggan swasta sebesar 79,26%. Sedangkan kontrak dari perusahaan BUMN lain sebesar 17,97%, afiliasi WIKA sebesar 1,18%, perusahaan induk WIKA sebesar 1,17%, dan pemerintah sebesar 0,42%.
Baca Juga: Erick Thohir Wajibkan Semua BUMN Putar Lagu Indonesia Raya Setiap Hari, Cek Aturannya
Untuk tahun 2025, target raihan kontrak baru WTON diperkirakan tak akan jauh berbeda dari tahun 2024.
Hal ini lantaran secara historis kinerja mereka seusai masa pemilihan umum (pemilu) cenderung melambat. Pada pemilu lalu, WTON pun mengandalkan proyek dari swasta dan carry over dari proyek sebelumnya.
“Pada pemilu lalu (Pemilu 2019), butuh waktu sampai 6 bulan (raihan kontrak baru memulih),” ungkapnya.
Di sisi lain, pemisahan sejumlah kementerian di kabinet Presiden Prabowo Subianto dianggap sebagai tantangan yang harus dihadapi WTON di awal pemerintahan baru ini.
Alhasil, ada kemungkinan perlambatan raihan kontrak baru WTON di tahun 2025 kemungkinan bisa lebih lama dari 6 bulan.
Baca Juga: Jajaran Petinggi 22 BUMN Dirombak, Kinerja Perusahaan Pelat Merah Bakal Maksimal?
PT PP Tbk (PTPP) juga menyampaikan hal serupa. Sekretaris Perusahaan PTPP Joko Raharjo mengatakan, pihaknya berkomitmen terus mendukung program prioritas pemerintah dalam rangka pembangunan nasional yang diusung pemerintahan Presiden Prabowo Subianto dalam Asta Cita.
“Sampai dengan saat ini, proyek PTPP di IKN juga masih berjalan sesuai dengan rencana. PTPP terus berkomitmen dalam menyelesaikan proyek-proyek sesuai dengan target yang telah ditentukan,” ujarnya kepada Kontan, Kamis (21/11).
Joko pun merinci progress proyek PTPP di IKN per Oktober 2024. Proyek Kebangsaan Sisi Barat Tahap 2 progresnya sudah mencapai 79,25% per Oktober 2024, Proyek Tol IKN Segmen 3B 100%, Proyek Tol IKN Segmen 3B Tahap 2 sebesar 36,64%, Proyek Jalan Akses Masjid IKN 75,20%, dan Proyek Sisi Udara Bandara VVIP IKN 73,43%.
Lalu, Proyek Jalan Seksi 6C-1 SP. 2 ITCI Simpang 1B progresnya sebesar 83,78%, Proyek Gedung Kantor Presiden 99,06%, Proyek Istana Negara & Lapangan Upacara 94,36%, Proyek Gedung Kementerian Sekretariat Negara 92,88%, dan Proyek Rusun ASN 1 sebesar 92,88%.
“Kemudian, Proyek Perkantoran BI Tahap 1 progresnya sebesar 86,20%, Proyek Gedung Wing 2 Kementerian PUPR 22,37%, Proyek Pembangunan Jalan di dalam KIPP untuk peningkatan Jalan Kawasan West Residence 6,71%, dan Proyek Jembatan Akses Bank Indonesia IKN sudah 100%,” ungkapnya.
Baca Juga: Waskita Karya (WSKT) Buyback Saham Kresna Kusuma Dyandra
Di sisi lain, pemerintah menegaskan pembangunan IKN akan selesai dalam 4-5 tahun dan tak akan dimonopoli oleh BUMN Karya. Sebab, Prabowo meminta proyek IKN menjadi proyek terbuka agar bisa menstimulus bisnis.
Hal ini pun tercermin dari sejumlah emiten properti dan konstruksi swasta yang mengaku masih melanjutkan atau tertarik menggarap proyek di IKN. Misalnya saja, PT Intiland Development Tbk (DILD) yang masih meneruskan pembangunan proyek di IKN. Asal tahu saja, DILD melalui entitas anak PT Adiwarna Harapan Nusantara, mempunyai tiga proyek di IKN.
PT Ciputra Development Tbk (CTRA) memiliki proyek pembangunan pemukiman untuk aparatur sipil negara (ASN) yang masih berlanjut. Pemukiman 10 menara dalam bentuk rusun itu dibangun dengan skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU). Selain itu, CTRA juga diminta untuk membangun 22 rumah tapak untuk Eselon 1 dengan skema yang sama.
Sementara, PT Total Bangun Persada Tbk (TOTL) saat ini belum terlibat pembangunan proyek di IKN. Namun, perseroan mengaku akan mengakomodasi jika ada permintaan untuk melakukan pembangunan di ibu kota baru.
Founder Stocknow.id Hendra Wardana melihat, review ulang proyek infrastruktur besar garapan BUMN Karya akan memberikan dampak ganda terhadap kinerja mereka, khususnya untuk WIKA dan PT Waskita Karya Tbk (WSKT).
Baca Juga: Pengajuan PKPU atas Kewajiban Utang Rp 7,2 Miliar Wijaya Karya (WIKA) Dicabut
Di satu sisi, penghentian sementara proyek dapat mengurangi beban operasional serta kebutuhan modal kerja yang selama ini menjadi tantangan. Terutama, ini karena kondisi likuiditas para emiten BUMN Karya yang tertekan akibat utang besar.
“Namun, di sisi lain, langkah ini juga berpotensi menurunkan pendapatan baru, sehingga memperlambat pemulihan laba emiten,” kata Hendra kepada Kontan, Kamis (21/11).
Dalam kondisi ini, WIKA masih menunjukkan kinerja yang lebih stabil dibandingkan WSKT, karena portofolio proyeknya yang lebih terdiversifikasi serta manajemen risiko yang lebih baik.
Sementara itu, WSKT menghadapi tekanan lebih berat akibat ketergantungannya pada jenis proyek yang berencana dihentikan sementara, yaitu proyek bendungan. Hal itu juga ditambah proses restrukturisasi utang WSKT yang belum selesai.
Sebagai catatan, WSKT sudah membangun 24 bendungan yang tersebar di beberapa wilayah di Indonesia. Sebanyak 15 di antaranya sudah selesai, sementara sembilan proyek lainnya seperti Bendungan Jragung, Rukoh, Mbay, dan Bener masih dalam proses dibangun.
Baca Juga: Erick Thohir Pastikan BUMN Karya Tak Akan Memonopoli Proyek IKN
Untuk WSKT, penghentian proyek bendungan akan semakin memberatkan keuangannya, mengingat sektor tersebut merupakan salah satu kontributor utama pendapatan perusahaan. Selain itu, proses restrukturisasi utang yang berjalan lambat menambah tantangan besar bagi pemulihan kinerja.
Saham WSKT yang telah lama disuspensi oleh Bursa Efek Indonesia (BEI) juga memicu kekhawatiran investor akan kemungkinan delisting, terutama jika perusahaan gagal memenuhi persyaratan bursa terkait pelaporan keuangan atau tidak menunjukkan progres signifikan dalam restrukturisasi.
“Risiko delisting ini cukup nyata jika WSKT tidak segera menemukan solusi komprehensif untuk masalah keuangannya,” papar Hendra.
Di kuartal IV 2024 hingga tahun 2025, sentimen negatif yang membayangi BUMN Karya masih mencakup penghentian proyek, lambatnya restrukturisasi utang, serta ketidakpastian kebijakan pemerintah terkait pembentukan holding BUMN Karya.
“Hal ini memberikan tekanan besar terhadap likuiditas perusahaan serta kepercayaan investor,” kata Hendra.
Namun, terdapat beberapa sentimen positif yang akan menopang kinerja emiten BUMN Karya, seperti potensi efisiensi melalui pembentukan holding yang dapat menciptakan sinergi antarperusahaan, serta komitmen pemerintah untuk terus mendukung proyek infrastruktur strategis yang mungkin akan diprioritaskan.
“Dari sisi fundamental, WIKA tetap menunjukkan performa yang lebih solid berkat diversifikasi proyeknya, termasuk di sektor energi dan properti,” ungkap Hendra.
Baca Juga: Koordinasi Peleburan BUMN Karya, Menteri PU Bertemu Menteri BUMN
Di tengah berbagai sentimen yang ada, Hendra melihat, saham BUMN Karya masih layak diperhatikan untuk peluang investasi jangka panjang, khususnya emiten dengan fundamental yang lebih kuat.
WIKA direkomendasikan beli dengan target harga Rp 400 per saham, mengingat proyek yang lebih terdiversifikasi serta potensi keuntungan dari sinergi holding. Sementara itu, PTPP juga direkomendasikan beli dengan target harga Rp 450 per saham, lantaran memiliki fokus pada infrastruktur strategis yang berpeluang mendapat prioritas alokasi proyek dari pemerintah.
Meski demikian, investor perlu berhati-hati dan terus memantau perkembangan restrukturisasi serta arah kebijakan pemerintah untuk emiten BUMN Karya.
“Pendekatan trading jangka pendek dapat dipertimbangkan sambil menunggu kepastian lebih lanjut mengenai kondisi fundamental dan sentimen makro,” papar Hendra.
Baca Juga: Kinerja Emiten BUMN Karya Masih Temui Tantangan, Cek Rekomendasi Sahamnya
Head of Equity Research Kiwoom Sekuritas Indonesia, Sukarno Alatas melihat, belum jelasnya anggaran infrastruktur untuk pagu 2025 bisa menjadi sentimen negatif terhadap BUMN Karya. Namun, perlu diingat, secara kontribusi, kontrak yang diraih oleh para emiten BUMN Karya tidak sepenuhnya dari proyek pemerintah.
Proyek yang sudah ada kontraknya pastinya tetap berjalan. Tetapi review ulang dan potensi penyetopan proyek infrastruktur bisa berdampak negatif ke kinerja mereka dalam jangka pendek.
“Namun, jika review tersebut bertujuan untuk meningkatkan efisiensi dan efektivitas proyek, kemungkinan bisa jadi dampak positif bagi mereka,” kata Sukarno kepada Kontan.co.id, Kamis (21/11).
Di sisi lain, jika keputusan untuk menghentikan sementara proyek bendungan terjadi dan proses restrukturisasi utang WSKT masih alot, kinerja akan semakin. Risiko delisting dari Bursa juga membayangi WSKT, jika masalah-masalah tersebut tidak dapat diselesaikan.
Baca Juga: Erick Thohir Ungkap Konsolidasi BUMN Sehat Bakal Dukung Pembentukan Danantara
Dalam waktu dekat, sentimen positif untuk emiten BUMN Karya masih minim dan lebih banyak sentimen negatif seiring perlambatan ekonomi. Ekspektasi kenaikan inflasi tahun depan dan perlambatan penurunan suku bunga bisa kurang bagus dampaknya ke kinerja mereka.
Sukarno melihat, kinerja PTPP dan PT Adhi Karya Tbk (ADHI) masih berpeluang memilih kinerja yang positif ke depan. Rekomendasi hold diberikan untuk ADHI dan PTPP dengan target harga masing-masing di Rp 280 per saham dan Rp 420 per saham.
Nafan Aji Gusta, Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas mencermati, kinerja emiten BUMN Karya masih sangat mengandalkan peningkatan raihan kontrak baru, khususnya dari proyek strategis nasional (PSN).
“Jika pemerintah melakukan kaji ulang terhadap proyek garapan BUMN Karya, bisa jadi dampaknya akan negatif ke kinerja para emiten. Kecuali jika dari review tersebut pemerintah justru menambah proyek mereka,” kata Nafan, Kamis (21/11).
Meskipun begitu, kaji ulang proyek infrastruktur akan meningkatkan kualitas proyek garapan para emiten BUMN Karya ke depan. Alhasil, hal itu bisa mendorong mitigasi arus kas negatif dan meningkatkan beban utang para emiten, khususnya untuk WSKT.
“Untuk WIKA, meski restrukturisasi masih berjalan, kinerja raihan kontrak baru sudah mulai meningkat. Jika good corporate governance diimplementasikan secara benar, pengaruhnya akan semakin positif,” ungkap Nafan.
Baca Juga: Erick Thohir Siapkan Stimulus Berbeda untuk Selamatkan 7 BUMN Sakit
Nafan pun merekomendasikan accumulate untuk WIKA dengan target harga di Rp 378 per saham.
Analis MNC Sekuritas Herditya Wicaksana melihat, pergerakan saham WIKA ada di level support Rp 282 per saham dan resistance Rp 358 per saham. Herditya merekomendasikan buy on weakness untuk WIKA dengan target harga di Rp 380-Rp 400 per saham.
Pengamat Pasar Modal dan Founder WH Project, William Hartanto melihat, pergerakan saham PTPP tengah dalam tren menurun dengan level support di Rp 370 per saham dan resistance Rp 450 per saham. William merekomendasikan buy on weakness untuk PTPP dengan target harga Rp 450 per saham.
Analis Phillip Sekuritas Indonesia Joshua Marcius melihat, saham PTPP sedang bergerak dalam tren bearish continuation. Hal ini terlihat dari pergerakan harganya yang ada di bawah EMA 90 dan diikuti dengan death cross yang masih terbentuk dengan MACD.
“Hal ini mendukung potensi kelanjutan penurunan ke level support di Rp 360 per saham selama saham PTPP bergerak di bawah area resistance Rp 464 per saham. Rekomendasi yang dapat dipertimbangkan untuk PTPP adalah wait and see,” ujarnya kepada Kontan, Kamis (21/11).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News