Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Merosotnya harga batubara dunia turut menggerus kinerja emiten pertambangan dalam negeri. Namun, harga emas hitam ini diproyeksikan akan pulih seiring membaiknya perekonomian global.
Analis Kiwoom Sekuritas Indonesia Sukarno Alatas memperkirakan harga batubara akan pulih mulai akhir tahun 2020 dan terus meningkat hingga tahun depan.
Beberapa asumsi atas estimasi ini didasarkan pada permintaan batubara dari China yang mulai menunjukkan peningkatan seiring penurunan tingkat infeksi Covid-19 dan perekonomian yang mulai pulih.
Selain itu, pada kuartal kedua 2021, permintaan dari Jepang, Korea Selatan dan Malaysia kemungkinan mulai meningkat secara signifikan.
Baca Juga: Darma Henwa (DEWA) berikhtiar pertanhankan kinerja bisnis hingga akhir 2020
Ketiga Negara ini memiliki peran penting bagi emiten batubara lokal karena ketiga negara tersebut merupakan pengimpor batubara dari Indonesia. Sukarno meyakini negara-negara ini memiliki sistem pengendalian yang cukup baik untuk menjaga tingkat infeksi Covid-19 tetap rendah sembari menunggu adanya vaksin.
Hanya saja, hingga paruh pertama 2021, permintaan batubara dari India diyakini mungkin masih rendah. Tingkat infeksi Covid-19 di India merupakan yang terbesar kedua di dunia. Pada bulan September, infeksi harian di sana mencapai 85.000 infeksi per hari.
Perekonomian India termasuk salah satu yang terburuk di dunia, dengan kontraksi mencapai 23,9% pada kuartal kedua tahun 2020. Diperkirakan, perekonomian India membutuhkan waktu lebih lama untuk pulih.
Sukarno meyakini, pada akhir tahun ini diperkirakan harga batubara akan rebound dan kemungkinan akan terus meningkat di tahun depan. “Diperkirakan harga batubara pada triwulan keempat akan bergerak pada level US$ 59,57 per ton, dan pada tahun 2021 akhir diperkirakan menembus level US$ 65.00 per ton,” terang Sukarno.
Tahun ini, harga batubara sempat menyentuh level US$ 50 per ton dan harga mampu kembali ke level US$ 59 per ton atau tumbuh 17%. Penguatan tersebut antara lain disebabkan penurunan produksi untuk menstabilkan harga batubara karena permintaan yang melemah.
Harga batubara thermal China dinilai dapat bertahan di rentang harga antara 500 yuan hingga 630 yuan per metrik ton, dan harga bisa turun setelah mencapai 630 yuan. Ke depan, harga batubara thermal China bisa dengan mudah mencapai 630 yuan per ton di kuartal keempat, didukung oleh pembatasan produksi.
Baca Juga: Menebak pergerakan IHSG pekan depan menyambut hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI
Adapun harga batubara China berjangka mencerminkan optimisme pasar batubara. Sentimen positif akan terjadi jika harga berada di level 630 yuan, yang mana memungkinkan Pemerintah China akan melonggarkan pembatasan impor.
“Kondisi ini akan menjadi keuntungan bagi eksportir batubara Indonesia untuk meningkatkan penjualannya,” sambung dia. Untuk saat ini, Indonesia berkontribusi terhadap 47,5% impor batubara ke China.
Diperkirakan, pasokan batubara thermal domestik China berpotensi berkurang dalam beberapa bulan mendatang. Salah satunya, ada investigasi korupsi pejabat di Inner Mongolia yang merupakan distrik (wilayah) produksi batubara terbesar di China yang bisa menghambat produksi batubara.