Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah emiten, baik emiten sektor energi maupun yang non energi, mulai merambah segmen bisnis energi baru terbarukan (EBT).
Terbaru, PT Pool Advista Indonesia Tbk (POOL) berencana mendirikan anak usaha baru, yakni PT Pool Konstruksi Terbarukan dan PT Pool Energi Terbarukan. Pada pengumuman bursa pekan lalu, manajemen POOL mengatakan ekspansi bisnis ini dilakukan guna menunjang kegiatan usaha perseroan.
Belum lama ini, PT Indika Energy Tbk (INDY), melalui anak perusahaan yang dimiliki sepenuhnya, yakni PT Indika Tenaga Baru, mendirikan perusahaan joint venture (JV) dengan Fourth Partner Energy Singapore Pte. Ltd bernama Empat Mitra Indika Tenaga Surya (EMITS).
Head of Corporate Communication Indika Energy Ricky Fernando mengatakan, tujuan INDY membentuk patungan ini tidak terlepas dari besarnya potensi EBT yang dimiliki Indonesia serta adanya kebutuhan EBT untuk semakin dikembangkan. “Indika Energy meyakini bahwa investasi di sektor EBT ini hanyalah awal dari sebuah tren yang akan terus berkembang ke depannya,” terang Ricky kepada Kontan.co.id belum lama ini.
Baca Juga: Rantai Pasok EBT untuk Pemulihan Ekonomi
Secara khusus, alasan INDY memilih masuk ke sektor tenaga surya karena sektor ini memiliki potensi EBT yang paling besar di Indonesia. Investasi ini, juga sejalan dengan tujuan diversifikasi bisnis INDY dalam jangka panjang. Perusahaan tambang ini berkomitmen untuk terus meningkatkan diversifikasi portofolio bisnis dengan target sebanyak 50% pendapatan dari sektor non batubara pada tahun 2025 nanti.
Tak hanya emiten swasta, emiten milik negara, yakni PT Bukit Asam Tbk (PTBA) juga bersiap menggarap dua proyek skala besar Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) di lahan eks tambang yang dimiliki. Pengembangan ini akan dilakukan di dua lahan eks tambang milik PTBA, yakni di Ombilin, Sumatra Barat dan Tanjung Enim, Sumatra Selatan. Nantinya kapasitas yang ditargetkan terpasang untuk kedua proyek ini mencapai 200 MegaWatt (MW) untuk masing-masing pembangkit.
Baca Juga: Kementerian ESDM: Pangsa pasar EBT global bisa mencapai 50% pada 2035
Analis Senior CSA Research Institute Reza Priyambada menilai, aksi emiten khususnya yang bergerak di bidang energi fosil, yang merambah segmen EBT tidak terlepas dari kondisi cadangan komoditas pertambangan yang terbatas dan tidak terbarukan (renewable). Maka dari itu, saat ini mereka mempersiapkan sarana infrastruktur EBT sehingga nanti dapat langsung dipasarkan.
Di sisi lain, dari segi permintaan, sejumlah industri juga secara bertahap mulai menggunakan sumber energinya kepada energi yang terbarukan, karena dianggap rendah emisi dan lebih murah biaya konsumsinya. “Meski saat ini, membangun infrastruktur EBT membutuhkan biaya yang sangat besar,” terang Reza kepada Kontan.co.id.
Hanya saja, penggunaan EBT saat ini dinilai belum bisa menggeser penggunaan energi fossil dalam jangka pendek. “Sejauh ini belum bisa seluruhnya tergantikan. Harus ada shifting (pergeseran) yang smooth,” sambung dia.
Baca Juga: Begini upaya Kemenperin mendorong kebijakan industri dalam pengembangan EBT
PT Terregra Asia Energy Tbk (TGRA), sebagai emiten yang bergerak di sektor EBT pun menilai prospek bisnis EBT akan semakin baik ke depan. “Tetapi untuk tahun 2021 mungkin masih dalam tahap recovery dari pandemi,” terang Wakil Direktur Utama TGRA Christin Soewito.
Christin tidak menampik, untuk saat ini masih sulit mendapatkan pendanaan di sektor EBT dikarenakan secara global masih terkena dampak pandemi. Tetapi diharapkan pendanaan untuk segmen ini akan membaik di masa mendatang.
Baca Juga: Proyek PLTM Madong diharapkan mulai berkontribusi ke pendapatan KEEN tahun depan
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News