Reporter: Ika Puspitasari | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah perusahaan memiliki hutang jangka pendek yang cukup besar pada tahun ini. Salah satunya PT Timah Tbk (TINS) yang harus berjibaku untuk bisa melunasi utang jangka pendeknya.
Pasalnya, perusahaan pelat merah ini memiliki utang bank yang akan jatuh tempo tahun ini mencapai Rp 8,79 triliun. Apabila ditotal, jumlah utang jangka pendek TINS mencapai Rp 11,96 triliun.
Selanjutnya ada PT AKR Corporindo Tbk (AKRA) yang mencatat liabilitas jangka pendek sebesar Rp 8,71 triliun, PT Indosat Tbk (ISAT) dengan jumlah Rp 22,13 triliun, PT Summarecon Agung Tbk (SMRA) dengan utang jangka pendek sebanyak Rp 9,02 triliun.
Baca Juga: Melihat status utang perusahaan BUMN ke perbankan saat pandemi corona melanda
PT Tower Bersama Infrastructure (TBIG) dengan jumlah utang jangka pendek RP 4,51 triliun, dan PT Waskita Karya Tbk (WSKT) dengan jumlah utang jangka pendek sebesar Rp 45,02 triliun.
Selanjutnya, PT Perusahaan Gas Negara (PGAS) juga memiliki jumlah utang jangka pendek sebesar US$ 1,12 miliar dan PT Chandra Asri Petrochemical Tbk (TPIA) dengan total liabilitas jangka pendek US$ 783,96 juta.
Analis OSO Sekuritas Sukarno Alatas mengatakan, di tengah ekonomi yang lesu seperti saat ini ada risiko default atau risiko gagal bayar yang tinggi. Pasalnya, kinerja para emiten juga tertekan akibat adanya Covid-19.
Baca Juga: Terdampak corona, simak proyeksi analis terhadap kinerja PT Timah (TINS) tahun ini
Namun apabila melihat sejumlah perusahaan yang sudah merilis laporan keuangan 2019, masih banyak pula yang mampu membayar kewajiban jangka pendek mereka.
Sukarno menilai, PGAS menjadi salah satu perusahaan yang sangat mampu membayar utang lantaran perusahaan pelat merah tersebut memiliki rasio cash 90% sedangkan rasio utang terbilang tidak terlalu tinggi.
Hanya saja, prospek Perusahaan Gas Negara ini menghadapi tantangan penurunan harga gas. Sehingga, kinerja PGAS berpotensi mengalami penurunan pada tahun ini.
Sepanjang tahun lalu, PGAS juga mencatat penurunan kinerja dengan perolehan pendapatan sebesar US$ 3,85 miliar atau turun tipis 0,52% ketimbang pendapatan US$ 3,87 miliar pada 2018. Walaupun pendapatan turun tipis, laba bersih PGAS merosot tajam.
Per 31 Desember 2019, PGAS hanya membukukan laba bersih yang dapat diatribusikan kepada entitas induk senilai US$ 67,58 juta atau terjun hingga 77,8% dari realisasi laba bersih tahun2018 yang mencapai US$ 304,99 juta.
Baca Juga: Sempat menghijau, EUR/USD dinilai masih dalam tren bearish
Berbanding terbalik dengan PGAS, Sukarno bilang, TBIG dan ISAT berpotensi mengalami gagal bayar karena memiliki rasio utang yang tinggi, sedangkan rasio cash rendah.
Akan tetapi, Sukarno melihat TBIG dan ISAT memiliki prospek yang menarik, terlebih untuk ISAT yang menadah untung karena permintaan data meningkat seiring dengan berlakunya bekerja di rumah.
Ia memprediksi ISAT mampu mempertahankan kinerja bahkan masih bisa mendapat mencetak pertumbuhan kinerja di tengah pandemi ini.
Secara keseluruhan Sukarno menambahkan saham-saham seperti SMRA, TPIA, WSKT, ISAT, dan TBIG menarik untuk dicermati lantaran harganya sudah mengalami penurunan cukup dalam.
Tapi, ia menyarankan pelaku pasar untuk wait and see lebih dulu terhadap emiten yang memiliki rasio utang tinggi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News