kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Schroder Indonesia cenderung konservatif dalam memilih saham di 2019


Senin, 03 Desember 2018 / 21:38 WIB
Schroder Indonesia cenderung konservatif dalam memilih saham di 2019
ILUSTRASI. Reksadana


Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Proyeksi pertumbuhan ekonomi yang tidak signifikan di tahun depan, membuat PT Schroder Investment Management Indonesia bersikap konservatif ketika memilih saham untuk portofolio reksadana yang berbasis saham.

Irwanti, Director Portofolio Manager PT Schroder Investment Management Indonesia memproyeksikan, pasar saham Indonesia di tahun depan masih akan menerima tantangan cukup besar dari melambatnya pertumbuhan ekonomi dalam negeri.

"Pertumbuhan ekonomi berpotensi membaik tetapi tidak lebih dari 5% di tahun depan, bahkan beprotensi di bawah 5%," kata Irwanti.

Menurutnya, pelemahan pertumbuhan ekonomi Indonesia terjadi karena pengaruh inflasi yang tidak naik terlalu tinggi karena kemapuan daya beli masih lemah. Hal ini merembet pada tingkat suku bunga yang tidak bisa naik terlalu tinggi jika kondisi pertumbuhan ekonomi lemah.

Di tengah situasi ini, Irwanti pun memperkirakan, kinerja aset pendapatan tetap bisa lebih tinggi dari pada aset saham. "Pertumbuhan ekonomi global dan domestik masih kurang baik jadi aset fix income Indonesia menarik, hal ini juga didukung oleh stabilnya rupiah," kata Irwanti.

Dalam memilih saham di 2019, Irwanti mengatakan, ia lebih bersifat konservatif. Sektor yang menjadi pilihan utama adalah konsumer. Irwanti melihat program belanja pemerintah di tahun depan akan besar di dana sosial. Dengan begitu, harusnya sektor konsumer bisa berkinerja lebih baik dibanding kinerja tahun ini.

Selain itu, sektor konsumer juga didukup dengan harga minyak dan CPO yang turun. Hal ini menyebabkan harga bahan baku sektor konsumer bisa ditekan. "Semestinya konsumer masih jadi pilihan saham yang baik," kata Irwanti.

Namun, Irwanti kembali menegaskan, saat ini kondisi ekonomi belum tumbuh signifikan sehingga ia cenderung defensif dalam memilih saham yang dinilai lebih stabil. Contohnya seperti sektor konsumer dengan emiten yang menjual bahan baku pokok (stapel food) dari pada emiten konsumer yang kinerja penjualannya meningkat secara tempo-tempo atau siklikal.

Irwanti juga memandang prospek kinerja sektor perbankan di tahun depan cenderung stabil. "Perbankan not that good and not that bad," kata Irwanti.

Kinerja saham sektor perbankan, kata Irwanti, masih cukup baik karena valuasi saham murah dan likuiditas sektor ini banyak di pasar modal. Tentu saja, jika asing kembali masuk ke pasar saham domestik, pasti yang asing beli duluan adalah sektor perbankan.

Namun, kinerja sektor perbankan, tidak terlalu baik prospeknya karena meski kredit macet (NPL) bisa ditangani tetapi likuiditas bank sedang ketat. "Jadi kredit dibagi total DPK itu rata-ratanya berada di 93%-94% sehingga kemampuan bank untuk memberikan kresit tidak bisa jor-joran seperti di tahun ini, semua tergantung bisa dapat DPK besar atau tidak," kata Irwanti.

Sementara, untuk sektor pertambangan, Irwanti juga melihat pertumbuhan ekonomi global yang diproyeksikan melemah bisa membuat kinerja sektor ini tertekan. Terlebih, masalah perang dagang belum tuntas.

Sektor industri kertas, imbuh Irwanti, kinerjanya bisa terkoreksi karena seiring pelemahan ekonomi China karena imbas perang dagang, membuat ekspor kertas ke China turun.

Sedangkan, sektor perunggsan memang tahun ini diuntungkan karena harga day old chick (DOC) naik tinggi. Namun, Irwanti melihat hal tersebut tidak berlangsung lama. Untuk jangka panjang, ia memproyeksikan, margin sektor ini akan turun dan investor tidak bisa menikmati profit besar seperti tahun ini.

Pada sektor petrokimia, Irwanti melihat, ada penambahan pasokan di pabrik petrokimia dan membuat harga jual produk tersebut turun, sehingga kinerja sektor ini berpotensi tertekan.

Dari kategori saham yang ada, Irwanti lebih memilih saham berkapitalisasi pasar besar alias big caps. Penyebabnya di tengah kondisi yang semakin kompetitif, saham big caps lebih banyak memiliki pendanaan dan neraca keuangan yang kuat.

"Branding produk di saham big caps juga lebih unggul dan ini masih jadi pilihan kami di tahun depan, jangan lupa tahun ini saham big caps banyak dijual sehingga saham big caps lebih menarik dibanding, small dan medium caps," kata Irwanti.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×