Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Schroder Investment Management Indonesia berbagi ulasan terkait industri pasar modal Indonesia. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tertekan, sementara pasar obligasi menguat di Januari 2023.
IHSG turun 0,2% secara bulanan alias month on month (MoM) ke area 6.839 di tengah net foreign sell hampir senilai Rp 3,2 triliun. Indeks mencapai level terendahnya pada level 6.550 selama minggu kedua, di tengah meningkatnya tekanan dari rotasi perdagangan terkait pembukaan kembali pasar China.
IDXTech berhasil tumbuh 6,2% sebagai sektor berkinerja terbaik karena sentimen suku bunga yang peaking. Sedangkan, IDXEnergy terkoreksi 4,7% yang menjadi sektor berkinerja terburuk karena harga batubara turun dan normal kembali.
IHSG kemudian pulih karena beberapa investor lokal melakukan bottom fishing dan investor asing kembali ke IHSG pada minggu terakhir. Hal itu karena melihat valuasi yang menarik dan prospek pertumbuhan laba yang baik pada tahun 2023. Beberapa bank besar telah menyampaikan laporan keuangan tahun 2022 dan hasilnya di atas ekspektasi konsensus.
Baca Juga: IHSG Merosot 0,62% ke 6.897 pada Kamis (9/2), EMTK, GOTO, SCMA Top Losers LQ45
Dari pasar global, mayoritas indeks global mencatatkan return positif. Investor di pasar negara-negara barat berbalik positif karena inflasi melemah sementara ekonomi tetap tangguh di tengah lingkungan suku bunga yang tinggi.
Selain itu, pembukaan kembali China memberikan sentimen positif bagi pasar Asia. China juga melonggarkan kebijakannya di bidang teknologi dan properti.
Schroder Indonesia tetap bersikap positif terhadap pasar saham karena Indonesia masih menawarkan fundamental yang solid, baik dari sisi makro maupun pendapatan perusahaan. Namun, volatilitas di pasar kemungkinan masih berlanjut. Hal itu menyusul kekhawatiran akan resesi global di balik lingkungan inflasi yang lebih tinggi, bank sentral yang hawkish, dan situasi geopolitik.
Rupiah memang kembali menguat berkat regulasi repatriasi devisa yang dikeluarkan Bank Indonesia (BI) baru-baru ini. Namun, tetap perlu memantau fluktuasi mata uang.
Dari pasar surat utang, imbal hasil obligasi Pemerintah Indonesia 10 tahun turun 23,3 basis poin (bps) menjadi 6,707% dibandingkan bulan sebelumnya. Sebagai perbandingan, US 10-year treasury turun 37,4 bps menjadi 3,505%.
Menurut Schroder, imbal hasil obligasi turun karena data menunjukkan inflasi di masa depan mungkin turun. Hal itu karena adanya pertumbuhan upah yang lebih lambat, gaji nonfarm Desember terendah dalam 12 bulan terakhir, serta ISM service index yang mengalami kontraksi.
Baca Juga: Investor Asing Berburu Big 4 Bank Saat IHSG Turun ke 6.897 pada Kamis (9/2)
Tetapi, inflasi yang lebih tinggi dan kenaikan suku bunga tetap menjadi tantangan bagi pasar obligasi, meskipun sentimen negatif sebagian besar telah diperhitungkan. Ini tercermin dari arus dana asing keluar (foreign outflow) yang besar pada tahun 2022.
Kendati demikian, Schroder berpendapat bahwa rendahnya kepemilikan asing atas obligasi pemerintah sekitar 14% akan membatasi downside di pasar obligasi. Pasar obligasi telah mengalami beberapa pemulihan yang didorong oleh investor asing menjelang akhir tahun 2022. Dengan demikian, valuasi terlihat menarik pada saat ini.
"Kami berpikir mungkin ada beberapa volatilitas dalam jangka pendek. Namun, prospek pasar obligasi akan lebih baik untuk sisa tahun ini karena berakhirnya siklus kenaikan suku bunga," tulis Schroder Indonesia dalam keterangan yang diterima Kontan.co.id, Kamis (9/2).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News