Reporter: Nur Qolbi | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Emiten penyedia infrastruktur telekomunikasi PT Sarana Menara Nusantara Tbk (TOWR) punya prospek yang positif ke depannya, terutama menjelang Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
Head of Equity Research Kiwoom Sekuritas Indonesia Sukarno Alatas mengatakan, momentum Pemilu berpotensi meningkatkan penggunaan data serta permintaan layanan 4G dan 5G. Untuk mengantisipasi hal tersebut, operator telekomunikasi membutuhkan infrastruktur yang kuat, termasuk menara telekomunikasi untuk mendukung jaringan mereka.
Hal ini berpotensi meningkatkan penyewaan menara serta fiber optic yang pada akhirnya akan mengerek pendapatan TOWR sebagai salah satu emiten dengan aset terbesar di Indonesia. Di sisi lain, tingginya tingkat suku bunga saat ini dinilai berdampak negatif terhadap laba bersih TOWR.
Baca Juga: Anak Usaha TOWR Raih Pinjaman Rp 1,35 Triliun
"Kondisi kenaikan suku bunga akan membuat sisi buttom line-nya tergerus," ucap Sukarno saat dihubungi Kontan.co.id, Rabu (25/10).
Sukarno memproyeksi, pendapatan TOWR di tahun 2023 dapat tumbuh antara 5,8%-8,7% year on year (yoy). Sementara laba bersih TOWR diprediksi turun sekitar 6% sampai dengan 8,5% yoy.
Sebagai gambaran, pada tahun 2022, TOWR membukukan pendapatan Rp 11,03 triliun atau meningkat 27,79% yoy dengan laba bersih Rp 3,44 triliun atau naik 0,42% yoy. Sementara pada enam bulan pertama 2023, pendapatan TOWR tercatat naik 8,65% yoy menjadi Rp 5,77 triliun dengan penurunan laba bersih 7,8% yoy menjadi Rp 1,55 triliun.
Bernada serupa, Analis Henan Putihrai Sekuritas Steven Gunawan juga memprediksi, pendapatan TOWR tahun 2023 akan tumbuh single digit sebesar 5,5% yoy menjadi Rp 11,65 triliun. Namun, laba bersih TOWR memang diperkirakan bakal turun 6,4% yoy menjadi Rp 3,22 triliun karena meningkatnya biaya bunga akibat kenaikan suku bunga.
Steven menilai, TOWR mempunyai keunggulan di bisnis fiber optic alias fiber to the tower (FTTT) dibanding pesaingnya, yakni PT Tower Bersama Infrastructure Tbk (TBIG) dan PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk (MTEL). Kedua kompetitor tersebut dinilai belum terlalu mengembangkan FTTT, sedangkan TOWR sudah menggelar fiber optic sekitar lima tahun terakhir.
Tingkat monetisasi FTTT juga sudah ditranslasikan menjadi pendapatan TOWR. Steven memprediksi, pendapatan dari bisnis FTTT dapat mencapai Rp 1,8 triliun pada 2023 atau setara 15,3% dari perkiraan total pendapatan TOWR. Jumlah pendapatan FTTT tersebut naik pesat dari tahun 2019 yang hanya sebesar Rp 154 miliar atau sekitar 2,4% dari keseluruhan pendapatan.
Perkiraan tersebut memperlihatkan proyeksi CAGR pendapatan FTTT mencapai 84,3% selama 2019-2023. Angka CAGR ini melebihi pendapatan sewa menara yang pada dasarnya merupakan bisnis inti TOWR yang hanya mencatatkan CAGR 11,2% pada 2019-2023.
Pada tiga bulan pertama 2023, TOWR mempunyai FTTT sepanjang 179.155 km dan sebanyak 162.399 km menghasilkan pendapatan. Kemudian, per Juni 2023, jumlah FTTT yang menghasilkan pendapatan meningkat menjadi 172.593 km dari total panjang peluncuran 189.888 km.
Pada kuartal III-2023, Steven mengestimasi jumlah FTTT yang menghasilkan pendapatan berpotensi meningkat sebesar 20,5% QoQ menjadi 207.946 km dari total panjang yang diluncurkan 228.784 km.
"Hal ini didorong oleh langkah TOWR yang terus memperluas jaringan fiber optik, terutama di Pulau Jawa, Bali, dan Sumatra yang memiliki permintaan penggunaan data yang signifikan," tutur Steven.
Baca Juga: Punya Utang Besar, Intip Rekomendasi Saham Emiten Menara Berikut Ini
Steven melihat, tren FTTT ke depannya akan lebih menarik bagi emiten penyedia infrastruktur telekomunikasi dibanding hanya sekadar menyewakan menara. Selain mempunyai margin yang lebih unggul, permintaan FTTT akan semakin meningkat ke depannya karena operator membutuhkan membutuhkan fiber optic untuk menyambungkan antarmenara dalam rangka memperkuat jaringan.
Cara ini dapat menghasilkan latensi yang rendah sehingga membuat pengiriman suara, gambar, atau sinyal menjadi lebih memadai. Penggunaan FTTT juga merupakan persiapan dalam adopsi teknologi 5G seutuhnya.
Dalam riset tanggal 3 Oktober 2023, Analis Bahana Sekuritas Jason Chandra dan Tarra Laurentia berpendapat, bisnis FTTT akan menjadi pendorong utama pertumbuhan TOWR. Investasi awal perusahaan yang tergolong besar untuk pengembangan fiber diyakini akan membuahkan hasil di tahun-tahun mendatang.
Kemudian, bisnis FTTT sifatnya sangat terukur sehingga berpotensi meningkatkan margin. Terlebih lagi, ada kebutuhan yang meningkat dari perusahaan telekomunikasi untuk densifikasi jaringan.
Di samping itu, kedua analis ini juga menyoroti skala bisnis FTTT yang memungkinkan adanya sinergi operasional antar-platform bisnis TOWR. Misalnya, FTTT built-to-suit selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk membangun cabang dari jalur utama untuk menambah coverage area yang secara signifikan mengurangi kebutuhan belanja modal.
Lebih lanjut, fiber optic yang terhubung berpotensi mendapatkan home passes baru untuk konektivitasnya (di bawah merek iForte) dan bisnis FTTH, yang akan meningkatkan utilisasi dan margin secara keseluruhan.
Henan Putihrai Sekuritas dan Bahana Sekuritas merekomendasikan buy TOWR dengan target harga masing-masing Rp 1.300 dan Rp 1.200 per saham. Pada perdagangan Rabu (25/10), harga TOWR ditutup turun 2,78% ke level Rp 875 per saham.
Sementara itu, secara teknikal, Kiwoom Sekuritas Indonesia melihat bahwa pergerakan harga TOWR akan melanjutkan tren penurunan. Jika harga tidak mampu bertahan di atas Rp 870, maka target penurunan selanjutnya di Rp 720. Sukarno merekomendasikan buy on weakness di area support kuatnya. Support terdekat berada di Rp 820-Rp 850 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News