Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Noverius Laoli
Namun, bertahannya volume penjualan INTP tidak diikuti oleh blended ASP pada kuartal ketiga, yang menurun 1,1% yoy dan naik 0,2% secara kuartalan. Yosua mengatakan, penyebab turunnya ASP adalah membesarnya ekspor clinker, yang harganya lebih murah dibanding semen.
Pada sembilan bulan pertama 2021, blended ASP INTP bahkan menurun 2,2% yoy.
“Ke depannya, kami memperkirakan ASP akan naik 5% secara yoy pada 2022 untuk mengompensasi kenaikan beban energi setelah adanya kenaikan harga batubara,” tulis Yosua dalam riset, Kamis (18/11).
Yosua menyematkan rekomendasi hold INTP dengan target harga Rp 13.000, dari sebelumnya Rp 13.200. Risiko upside utama saham INTP diantaranya penurunan beban operasi di atas estimasi sehingga margin keuntungan membaik, serta adanya kenaikan ASP yang berada di atas estimasi.
Namun, risiko downside utama rekomendasi ini diantaranya kenaikan beban operasi yang memangkas margin keuntungan, hingga ketatnya persaingan yang menyebabkan ASP dan volume penjualan berkurang di bawah estimasi.
Selanjutnya: Konsumsi semen tahun depan diramal naik, analis kompak rekomendasikan beli saham INTP
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News