Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Perusahaan berbasis teknologi semakin meramaikan pasar modal Indonesia. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyambut keterlibatan perusahaan teknologi baik itu startup berskala unicorn dan decacorn, maupun yang berjenis financial technology (fintech).
Deputi Komisioner Pengawasan Pasar Modal I OJK, Djustini Septiana mengungkapkan, secara umum perusahaan teknologi ada yang masuk ke dalam koridor pengaturan securities crowdfunding. Segmen ini digunakan sebagai platform penghimpunan dana bagi UMKM.
Sementara itu, Djustini mengakui saat ini perusahaan teknologi yang berskala unicorn maupun decacorn belum banyak yang melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI). Meski begitu, saat menggelar penawaran umum perdana alias initial public offering (IPO), dana yang bisa dihimpun terbilang jumbo.
Hal ini dapat dilihat dari IPO PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) yang resmi melantai di BEI pada 11 April 2022 lalu. Djustini memberikan sinyal bahwa e-commerce dari Group Djarum, Blibli, akan menyusul GOTO untuk IPO di tahun ini.
Baca Juga: IHSG Menguat 0,78% ke 7.049 Hingga Tutup Pasar Selasa (14/6)
"Decacorn atau unicorn belum banyak, tetapi pada saat mereka offering, itu cukup tinggi, sampai nilai triliunan. Bisa kita lihat GOTO, dan kemungkinan nanti sebentar lagi Blibli," kata Djustini dalam media briefing OJK yang digelar secara virtual, Selasa (14/6).
Dalam pemberitaan Kontan.co.id sebelumnya, PT Global Digital Niaga atau Blibli.com dikabarkan segera melantai di BEI, yang akan menggalang dana sebesar US$ 500 juta. Rencananya IPO ini paling cepat dilangsungkan pada Juni atau Juli tahun ini.
Dengan skala yang jumbo, peran perusahaan teknologi di pasar modal pun akan memberikan pengaruh secara signifikan. Di sisi lain, masuknya saham-saham teknologi di BEI dinilai menjadi hal yang positif bagi investor lantaran memiliki pilihan yang semakin beragam.
"Artinya memperkaya pilihan bagi investor. Apakah memilih perusahaan yang punya prospek future-nya fantastis atau perusahaan-perusahaan yang normal. Jadi sekarang ini investor banyak pilihan," ujar Djustini.
Sebagai informasi, merujuk data hingga 11 Juni 2022, ada 57 perusahaan yang tercatat dalam daftar rencana alias pipeline IPO. Total nilai indikasi mencapai Rp 18,14 triliun.
Dari jumlah tersebut, ada delapan perusahaan di sektor teknologi yang berada dalam pipeline. Nilai indikasinya mencapai Rp 7,36 triliun.
Djustini meyakini, jumlah perusahaan yang mencari pendanaan di pasar modal akan semakin ramai. Khususnya yang melantai di bursa saham. Hal ini tampak dari jumlah emiten baru yang terus bertambah.
Dari data yang disampaikan OJK per 3 Juni 2022, tercatat sudah ada sebanyak 21 perusahaan yang menjadi emiten baru. Sedangkan di sepanjang tahun lalu, ada 56 emiten baru. Total perusahaan tercatat per 3 Juni 2022 ada 787 perusahaan.
Sementara itu, dilihat dari emisi efek, per 30 Desember 2020 total nilai Penawaran Umum (PU) mencapai Rp 118,70 triliun. Kemudian, total nilai PU meningkat menjadi Rp 363,29 triliun pada tahun 2021, yang berasal dari 194 PU yang digelar pada tahun lalu.
Baca Juga: Saham Teknologi Kalah Pamor Saat Tren Bunga Naik
Rincinya, ada 53 IPO dengan nilai Rp 61,66 triliun, 45 Penawaran Umum Terbatas (PUT) dengan nilai Rp 197,27 triliun, 6 PU Efek Bersifat Utang dan Sukuk (EBUS) senilai Rp 6,97 triliun, 37 PUB EBUS Tahap I senilai Rp 35,61 triliun, dan 53 PUB EBUS Tahap II senilai Rp 61,77 triliun.
Sedangkan hingga 3 Juni 2022, total nilai penawaran umum tercatat sebanyak Rp 94,02 triliun, yang berasal dari 81 penawaran umum. Terdiri dari 19 IPO senilai Rp 17,73 triliun, 11 PUT sebanyak Rp 11,99 triliun.
Selanjutnya ada 7 PU EBUS dengan nilai Rp 9,08 triliun, 8 PUB EBUS Tahap I senilai Rp 10,02 triliun, dan 36 PUB EBUS Tahap II senilai Rp 45,20 triliun.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News