Reporter: Muhammad Khairul | Editor: Sandy Baskoro
JAKARTA. Meluncur dari Baikonur Cosmodrome, Kazakhstan, Selasa (7/8) lalu, satelit Telkom-3 gagal mencapai orbit. Satelit yang menelan investasi US$ 200 juta ini gagal mencapai orbit karena kerusakan pada roket peluncur. Satelit Telkom-3 adalah satelit pertama Rusia yang dibeli perusahaan Indonesia.
Satelit Telkom-3 sejatinya dimanfaatkan untuk tujuan komersial dan pengembangan infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi. Pemerintah juga akan menggunakannya dalam bidang pertahanan dan keamanan serta mendukung operasional BUMN lainnya.
Pengelola PT Telekomunikasi Indonesia Tbk (TLKM) memastikan kejadian itu tak menganggu operasional dan layanan Telkom. "Karena Telkom saat ini mengoperasikan dan menggunakan beberapa satelit," ujar Slamet Riyadi, Head of Corporate Communication and Affair Telkom, dalam pernyataan resminya, Selasa (7/8).
Analis Ciptadana Securities Triwira Tjandra menilai dampak gagalnya orbit satelit tersebut tak signifikan terhadap kinerja Telkom. "Satelit itu disewakan transpondernya. Kalau tidak ada satelitnya, apa yang mau disewakan? Jadi tak ada pendapatan dari satelit itu," kata dia.
Kontribusi penyewaan satelit juga tak signifikan terhadap pendapatan Telkom. Pada 2011, pendapatan dari penyewaan satelit senilai Rp 350 miliar. Sedangkan total pendapatan Telkom tahun lalu mencapai Rp 71 triliun. Ini berarti kontribusi penyewaan satelit cuma 0,5% terhadap total pendapatan TLKM. Apalagi, satelit Telkom-3 sudah diasuransikan, sehingga kerugian bisa diminimalkan.
Pandangan senada disampaikan Chandra S Pasaribu, analis Danareksa Sekuritas. "Satelitnya digunakan untuk ekspansi penambahan kapasitas," kata dia. Meski gagal orbit, Telkom masih memiliki dua satelit lain, yakni Telkom-1 yang beroperasi sampai 2016 dan Telkom-2 yang beroperasi hingga 2020.
Insiden Telkom-3 juga tidak mengganggu operasional Telkom. "Hanya ada potential lost, yang tadinya ada pemasukan tambahan, jadi tidak ada. Bukan berarti real lost," ungkap Chandra.
Triwira belum bisa mengukur dampak gagal orbitnya satelit Telkom-3 terhadap unit bisnis Telkom lainnya. "Harusnya minim. Saat ini Telkom mengoperasikan dua satelit yang beroperasi," tutur dia.
Toh, pertumbuhan Telkom akan ditopang layanan data dan internet. Pendapatan dari bisnis data Telkom sejak lima tahun terakhir rata-rata tumbuh 21% per tahun. Sedangkan pertumbuhan bisnis voice dan sms cenderung stagnan.
Kendati laju bisnis layanan data dan internet mencapai double digit, kontribusinya relatif kecil terhadap pendapatan Telkom. Triwira memperkirakan kontribusi layanan data (di luar SMS) dan internet tahun ini hanya 17% total pendapatan Telkom. Penyumbang terbesar masih bisnis seluler dengan porsi lebih dari 40% total pendapatan.
Triwira memprediksi pendapatan Telkom tahun ini hanya tumbuh 2,5% dan laba bersih naik 9,4%. Adapun pertumbuhan industri telekomunikasi hanya 8%. Soal kontribusi, Chandra menilai layanan data belum bisa menggeser dominasi bisnis seluler Telkom. "Masih ada keterbatasan kapasitas dan coverage layanan data. Kecepatannya juga tak terlalu bagus. Jadi Telkom mesti menambah investasi," ungkap Chandra.
Triwira dan Chandra merekomendasikan hold TLKM dengan target masing-masing Rp 9.000 per saham. Arief Budiman, Kepala Riset Sucorinvest Central Gani, juga memasang hold dengan target Rp 8.900 per saham. Harga TLKM, Rabu (8/8), naik 0,56% menjadi Rp 9.000 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News