Reporter: Nur Qolbi | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga saham-saham teknologi berpeluang naik kembali seiring dengan peningkatan kinerja masing-masing perusahaan. Sebagaimana diketahui, kinerja saham-saham teknologi cenderung negatif pada tahun ini.
Analis Sucor Sekuritas Paulus Jimmy mengatakan, saat ini banyak perusahaan teknologi yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) yang masih membukukan rugi bersih. Hal ini menurunkan appetite (minat) masyarakat untuk berinvestasi di sektor ini.
Namun, jika bank sentral Amerika Serikat (AS) melakukan quantitative easing pada 2023, maka hal ini akan menjadi sentimen positif bagi pasar. Kebijakan ini akan meningkatkan uang beredar sehingga likuiditas di pasar bertambah.
Melihat perkembangan kondisi makroekonomi saat ini, Paulus menyarankan investor untuk wait and see terlebih dahulu.
"Investor dapat mencari peluang entry ke sektor teknologi saat bottoming. Untuk kuartal I-2023, kami juga belum rekomendasi buy," ucap Paulus saat dihubungi Kontan.co.id, Minggu (18/12).
Baca Juga: IHSG Diproyeksi Lanjut Menguat di Pekan Ini, Simak Sentimen yang Membayanginya
Dalam riset tanggal 13 Desember 2022, Analis BRI Danareksa Sekuritas Niko Margaronis menyampaikan, sejumlah kriteria perusahaan teknologi yang menarik bagi investor. Pertama, perusahaan dapat menghasilkan pertumbuhan.
Kedua, perusahaan dapat memvalidasi posisinya sebagai pemimpin di industri teknologi. Ketiga, likuiditas tergolong aman karena menjadi kunci terkait seberapa cepat perusahaan dapat menghasilkan keuntungan.
Dalam dua kuartal terakhir, Nico melihat perusahaan teknologi lebih berorientasi pada keuntungan dan meningkatkan lanskap kompetisi secara kolektif. Perusahaan terkemuka seperti GRAB dan Shopee mengejar efisiensi di seluruh pasarnya.
PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (GOTO) pun melakukan perampingan tenaga kerja untuk mengejar efisiensi. Dengan 130 inisiatif pengoptimalan biaya, GOTO menargetkan dapat mencapai EBITDA positif 2025-2026.
PT Bukalapak.com Tbk (BUKA) juga konsisten menuju profitabilitas sejak initial public offering (IPO) pada Agustus 2021. BUKA diperkirakan dapat mencapai EBITDA positif pada 2023-2024 dengan catatan dapat mempertahankan operational expenditure (opex) sebesar Rp 370 miliar secara kuartalan.
Baca Juga: Usai Menguat 1,45%, Simak Proyeksi IHSG dan Sentimen Pasar Pekan Ini
Di sisi lain, potensi kenaikan suku bunga yang masih berlanjut menekan perusahaan untuk melakukan penghematan operasional. "Oleh sebab itu, perusahaan teknologi yang menarik adalah yang dapat terus memberikan pertumbuhan dengan jaminan likuiditas," kata Niko.
Analis Samuel Sekuritas Farras Farhan menilai, BUKA dan GOTO sudah berada di jalur yang benar untuk mencapai profitabilitas. Keduanya berhasil menaikkan take rate di kuartal III-2022, yakni BUKA 2,17% dan GOTO 2,84%.
Dalam pandangannya, GOTO berhasil membukukan take rate yang lebih baik. Pasalnya, GOTO saat ini berfokus pada pengguna dengan gross marchandise volume (GMV) yang tinggi dan tidak lagi mengandalkan pengeluaran promosi yang besar.
Hal ini akan membantu kedua perusahaan untuk mempersiapkan diri tahun depan. Pada 2023, pendanaan mungkin akan relatif terbatas karena kemungkinan resesi dan perusahaan-perusahaan dituntut untuk mandiri.
Farras memproyeksikan BUKA dapat membukukan margin kontribusi yang positif pada kuartal I-2023. Sementara itu, GOTO mungkin akan mencapainya di kuartal IV-2023, meskipun Gojek (yang merupakan bagian dari GOTO) mungkin akan mencapainya pada awal kuartal I-2023.
Perusahaan teknologi juga perlu mempertimbangkan runway yang mereka miliki. "BUKA memiliki runway terpanjang di antara semua perusahaan teknologi di bawah coverage kami yakni 15 tahun, sedangkan GOTO hanya memiliki runway selama 2 tahun-3 tahun," tutur Farras dalam risetnya tanggal 1 Desember 2022.
Farras memberikan rekomendasi netral untuk sektor teknologi. Farras menilai, EV/Sales dan EV/GMV multiple bukan metrik yang tepat untuk menghitung valuasi perusahaan teknologi karena tidak dapat merefleksikan keseluruhan nilai perusahaan.
Sebagai gantinya, untuk menentukan valuasi akurat perusahaan teknologi, ia menyarankan metode penilaian paling dasar: model DCF. Namun, model DCF hanya dapat digunakan setelah perusahaan mencapai profitabilitas dan dapat mengandalkan arus kas internal untuk mendanai pertumbuhan mereka.
Analisisnya sangat bergantung pada asumsi bahwa PT NFC Indonesia Tbk (NFCX) dapat menjual sekitar 500 ribu unit Volta 2W EV pada tahun 2032. Lalu, GOTO dan BUKA masing-masing akan mencapai profitabilitas pada tahun 2028 dan 2025.
Hasil analisisnya menunjukkan bahwa NFCX memiliki nilai wajar Rp 26.000 per saham. Kemudian, GOTO memiliki nilai wajar Rp 300 dan BUKA Rp 1.000 per saham
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News