Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) cenderung bergerak menguat belakangan ini. Dalam sebulan perdagangan, IHSG telah menguat 1,80%. Sementara dalam tiga bulan perdagangan, IHSG telah menguat 12,62%.
Meski demikian, sejumlah saham yang masuk dalam daftar Indeks LQ45 masih memiliki price to earnings ratio (PER) yang rendah. Untuk diketahui, PER adalah perbandingan antara harga saham dengan laba bersih per saham. Secara umum ada anggapan bahwa semakin kecil angka PER maka semakin murah pula harga saham tersebut dibanding saham-saham lain dalam sektor usaha yang sama.
Salah satu saham dengan PER terkecil adalah saham PT Sri Rejeki Isman Tbk (SRIL). Saham emiten tekstil ini hanya memiliki PER 2,74 kali. Saham perbankan pelat merah, yakni PT Bank Negara Indonesia Tbk (BBNI) hanya memiliki PER 5.07 kali.
Baca Juga: 10 saham ini jadi laggard IHSG, cermati rekomendasi analis
Saham emiten pertambangan, yakni PT Adaro Energy Tbk (ADRO) memiliki PER 5,45 kali, dan saham PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) dengan PER 9,38 kali.
Lantas, apakah dengan PER yang kecil membuat saham-saham ini masih menarik dan murah secara valuasi?
Analis Panin Sekuritas William Hartanto menilai, saham dengan PER di bawah 10 kali memang dinilai murah. “Apalagi kalau di-compare dengan emiten-emiten di industri yang sama,” ujar William, Minggu (9/8).
Namun, menurut William, PER tidak selalu menjadi acuan untuk menilai valuasi suatu saham. Terkadang nilai PER yang besar juga karena memang pelaku pasar memandang saham tersebut pantas dinilai ‘mahal’, misalnya karena prospeknya dipandang positif di masa yang akan datang. Kemungkinan lainnya adalah emiten tersebut memiliki growth (pertumbuhan) yang stabil sehingga PER tinggi dapat dianggap wajar.
Dari saham-saham di atas, William menilai, saham PGAS, BBNI, dan ADRO masih akan menarik. Karena saham-saham ini relatif murah dari segi PER dibandingkan saham emiten-emiten di sektor yang sama.
Hanya saja, William menilai saham SRIL masih kurang menarik. Dilihat dari sisi PER nya, saham emiten tekstil terbesar di Indonesia ini memang relatif kecil, namun perdagangannya juga relatif sepi. Hal ini mencerminkan pelaku pasar tidak berminat dengan saham ini.
Baca Juga: Ini rekomendasi susunan portofolio investasi di tengah ancaman resesi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News