Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Ancaman resesi semakin tak bisa dihindari. Berbagai negara melaporkan pertumbuhan ekonomi pada kuartal II-2020 mengalami kontraksi. Teranyar, Indonesia juga mencatatkan pertumbuhan yang mengalami kontraksi hingga minus 5,3% pada kuartal II-2020.
Kendati demikian, Chief Investment Officer PT Insight Investments Management Genta Wira Anjalu mengingatkan bahwa kondisi pasar saat ini bergerak divergence dengan kondisi ekonomi maupun perkembangan kasus virus corona. Setelah April hingga Jumat (7/8), IHSG dan pasar obligasi rebound signifikan dengan masing-masing berhasil naik 15,18% dan 9,47%.
Genta menyebut Massive liquidity yang dipompa The Fed dan bank sentral lainnya menjadi faktor pemicunya. Pada akhirnya, berbagai sentimen negatif seperti ketegangan AS-China, pemulihan ekonomi yang mungkin lebih lama dari ekspektasi, kenaikan jumlah kasus virus corona seolah dilupakan pasar. Banjir likuiditas tersebut membuat pergerakan pasar menjadi divergence terhadap kondisi riil ekonomi.
Baca Juga: Syarat dilonggarkan, pemerintah percepat penyaluran dana transfer ke daerah
“Dengan kondisi saat ini, kami memproyeksikan yield SUN bertenor 10 tahun akan berada di kisaran di 6.25% - 6.50% pada akhir tahun atau masih memiliki potential upside sebesar 5% - 7%. Sementara untuk IHSG kami perkirakan akan mencapai level 5.400 pada akhir tahun nanti atau masih memiliki potential upside senilai 5%,” ujar Genta kepada Kontan.co.id, Jumat (7/8).
Dengan adanya ancaman resesi, Genta melihat setidaknya hingga akhir tahun ini pasar obligasi lebih menarik dibandingkan pasar saham. Pasalnya, ancaman krisis ini secara fundamental membuat prospek pertumbuhan cenderung turun, dan bahkan terdapat ancaman deflasi. Tapi hal ini justru malah baik untuk pasar obligasi di mana artinya global interest rate akan lebih rendah untuk waktu yang lama di tengah ramai-ramai menurunkan suku bunga.
Baca Juga: Masa resesi bisa jadi pintu masuk ke pasar saham untuk investasi jangka panjang
“Tapi kita juga tidak bisa kesampingkan massive liquidity serta berbagai stimulus yang dilakukan bank sentral maupun pemerintah berbagai negara dapat mendorong aset finansial seperti saham untuk bergerak naik. Yang perlu dicatat adalah stimulus yang terjadi kali ini jauh lebih besar daripada tahun Global Financial Crisis tahun 2008,” tambah Genta.
Melihat situasi ini, Genta memberikan rekomendasi kepada para investor moderat mengenai susunan portofolionya. Genta merekomendasikan investor bisa menyusun portofolionya dengan meletakkan 50% pada obligasi, 30% pada saham, dan 20% pada pasar uang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News