Reporter: Nur Qolbi | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Saham-saham produsen crude palm oil (CPO) mayoritas tercatat turun dalam sebulan ke belakang. Sebagai contoh, sampai dengan Jumat (10/12), PT Astra Agro Lestari Tbk (AALI) terkoreksi 7,48%, PT PP London Sumatra Indonesia Tbk (LSIP) minus 10,14%, PT Salim Ivomas Pratama Tbk (SIMP) turun 3,72%, dan PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk (SSMS) merosot 11,11%.
Analis Pilarmas Investindo Sekuritas Okie Ardiastama menilai, melemahnya saham-saham CPO disebabkan oleh penurunan harga acuan CPO. Kondisi tersebut berdampak pada turunnya ekspektasi pelaku pasar pada saham CPO dalam jangka pendek.
Bernada serupa, Analis Phillip Sekuritas Michael Filbery berpendapat, terkoreksinya harga saham-saham CPO dipengaruhi tren penurunan harga CPO dalam jangka pendek. Hal ini sejalan dengan ekspektasi turunnya tingkat ekspor CPO Malaysia di Desember 2021 serta cadangan akhir CPO yang lebih tinggi dibandingkan beberapa bulan sebelumnya.
Sentimen negatif lainnya juga berasal dari melemahnya harga minyak kedelai sehingga berpengaruh pada potensi pelemahan harga CPO. Di samping itu, virus Covid-19 varian omicron yang sudah mulai memasuki kawasan Asia dinilai bisa menurunkan permintaan terhadap CPO.
Baca Juga: Cetak kinerja positif hingga November, simak rekomendasi saham Bukit Asam (PTBA)
Meskipun begitu, menurut Michael, harga saham-saham CPO yang sudah terkoreksi cukup dalam masih bisa diperhatikan. Valuasinya juga dinilai cukup menarik.
Apalagi, prospek CPO pada tahun depan diperkirakan masih akan positif. Hal ini didukung potensi meningkatnya permintaan CPO dalam negeri berkat peningkatan permintaan biodiesel.
"Konsumsi domestik yang masih kuat di tahun depan dapat mengimbangi prospek peningkatan suplai CPO di tahun depan," kata Michael saat dihubungi Kontan.co.id, Jumat (10/12).
Menurut dia, sejauh ini, blended ratio produk biodiesel di Indonesia sudah mencapai 30%, lebih tinggi dibandingkan beberapa negara lain yang juga menerapkan program biodiesel.
Okie pun menilai, penurunan harga saham CPO dalam jangka waktu pendek dapat menjadi momentum pembelian. Pasalnya, ia meyakini harga CPO masih berpeluang naik hingga kuartal II-2022, berkat kenaikan permintaan dan terbatasnya produksi.
Baca Juga: Prospek menarik, simak rekomendasi saham perbankan big cap berikut ini
Hal ini dinilai dapat menjadi penopang kinerja emiten sawit pada semester I 2022. "Kami memproyeksikan harga acuan sawit dapat mencapai MYR 5.384 per ton. Namun kami memproyeksikan harga mulai stabil pada kuartal III dan IV 2022 dimana permintaan dan penawaran dinilai sudah kembali normal," tutur Okie.
Upaya pemerintah dalam mendorong industri hilirisasi guna meningkatkan kualitas ekspor juga dapat mendorong aliran investasi yang lebih tinggi pada tahun depan. Risiko dari tarif pajak progresif, perubahan regulasi perdagangan, dan naiknya inflasi sebagai dampak dari kenaikan harga sawit juga menjadi risiko pada pertimbangan Pilarmas Investindo Sekuritas.