Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Arus dana keluar (capital outflow) masih mengalir deras di pasar saham. Situasi ini pun turut menahan laju Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) yang masih bergerak landai.
IHSG melemah 0,17% ke posisi 7.123,61 pada perdagangan Selasa (7/5). Dalam waktu yang sama, investor asing melakukan jual bersih (net sell) sebesar Rp 715,64 miliar. Aksi net sell ini semakin memangkas posisi net buy yang secara year to date (YTD) mengakumulasi nilai Rp 2.59 trilun.
Jumlah itu jauh menyusut dibandingkan posisi net buy pada akhir kuartal I-2024 yang kala itu mencapai Rp 26,27 triliun. Hal ini sejalan dengan kinerja IHSG yang di akhir perdagangan bulan Maret masih mengakumulasi penguatan 0,22%. Sedangkan saat ini IHSG ambles di posisi -2,05% secara year to date.
Investor asing dominan melakukan net sell pada saham berkapitalisasi pasar besar (big caps). Merujuk RTI Business, dalam 20 hari terakhir daftar net foreign sell dihuni oleh saham big caps dari emiten perbankan, telekomunikasi dan industri.
Investor asing banyak melego PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI), PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM), PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI), PT Bank Central Asia Tbk (BBCA), PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI), PT Astra International Tbk (ASII) dan PT Indosat Tbk (ISAT). Dalam periode yang sama, ketujuh saham ini juga mengakumulasi pelemahan harga.
Head of Research Mega Capital Sekuritas (InvestasiKu) Cheril Tanuwijaya menyoroti faktor penting yang memengaruhi minat investor menarik atau mengalirkan dana ke pasar saham adalah arah suku bunga acuan. Capital outflow beriringan dengan ketidakpastian yang masih besar dalam pemangkasan suku bunga The Fed.
Probabilitas pemangkasan suku bunga dengan dinamis berubah seperti yang terjadi pada bulan April lalu. Berbalik setelah data inflasi Amerika Serikat (AS) naik. "Pelaku pasar masih wait and see sambil mencermati perkembangan rilis data global," kata Cheril kepada Kontan.co.id, Selasa (7/5).
Research Associate Panin Sekuritas Sarkia Adelia Lukman menambahkan, pelemahan nilai tukar rupiah yang menembus level Rp 16.000 per dolar AS juga menjadi katalis penting. Kondisi ini mendorong Bank Indonesia mengerek suku bunga acuan sebesar 25 basis poinst menjadi 6,25%.
Sarkia melihat investor masih menanti arah kebijakan moneter yang lebih jelas, sembari mengantisipasi risiko eskalasi geopolitik yang masih membayangi. Sarkia juga menyoroti kinerja keuangan kuartal I-2024 sejumlah emiten bank yang di bawah ekspektasi.
"Seiring dengan margin mereka yang tergerus dan adanya antisipasi investor terhadap kualitas kredit perbankan khususnya setelah masa restrukturisasi berakhir dan juga naiknya suku bunga BI," kata Sarkia.
Head Customer Literation and Education Kiwoom Sekuritas Oktavianus Audi mengamini, kondisi higher for longer dari sikap bank sentral terkait suku bunga menjadi katalis yang signifikan. Situasi ini menyebabkan peralihan asset kepada instrumen yang memberikan return lebih tinggi tetapi resiko tergolong rendah.
Audi turut melihat kinerja kuartal I-2024 sejumlah emiten big caps mulai terdampak efek pengetatan kebijakan moneter. Sehingga investor asing cenderung melepas dengan masuk kepada aset yang lebih low risk.
"Kami melihat yang terdampak secara langsung adalah emiten-emiten yang termasuk kategori saham cyclical atau sensitive terhadap makro ekonomi," terang Audi.
Head of Investment Information Mirae Asset Sekuritas Martha Christina punya pandangan serupa. Menurut Martha, posisi net sell investor asing terhadap sejumlah saham big caps bukan sekadar aksi profit taking.
Melainkan sebagai bentuk kalkulasi ulang atas target dan performa fundamental emiten. Terutama setelah usai musim dividen dan rilis kinerja kuartal I-2024. "Rasanya saat ini investor asing sedang mengatur ulang strategi dan portfolionya," kata Martha.