Reporter: Ghina Ghaliya Quddus, Narita Indrastiti | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Begitu suspensi dibuka, harga saham PT Bumi Resources Tbk (BUMI) langsung melesat. Dalam dua hari terakhir, harga BUMI langsung melonjak 18% jadi Rp 80 per saham.
Otoritas BEI mensuspensi BUMI sejak 1 Juli hingga 4 Oktober 2016. Suspensi dijatuhkan lantaran BUMI telat merilis laporan keuangan. Tapi, lonjakan harga BUMI tak sejalan dengan kinerja fundamentalnya, dan masih dibayangi proses penyelesaian utang.
Selain itu, penurunan harga komoditas membuat emiten Grup Bakrie ini rugi US$ 2,18 miliar di tahun 2015. Semester I-2016, BUMI juga mencatatkan rugi bersih US$ 11,8 juta, turun daripada rugi semester I-2015 senilai US$ 566,24 juta.
Tapi menyusutnya kerugian itu akibat pendapatan tambahan dari divestasi 24% saham Newmont Nusa Tenggara. BUMI tengah berjibaku dengan restrukturisasi utang. Sejauh ini, proses restrukturisasi itu belum menunjukkan hasil.
Sebagai catatan, total nilai utang emiten ini sekitar US$ 9 miliar. Dari jumlah itu, US$ 3,6 miliar jatuh tempo dalam jangka waktu setahun dan tengah direstrukturisasi. Ada pula obligasi konversi senilai US$ 374,7 juta yang kini masuk kewajiban jangka pendek.
Dileep Srivastava, Direktur dan Sekretaris Perusahaan BUMI bilang, di 2015, kinerja BUMI terpuruk karena harga batubara jauh dari harapan. Ia bilang, tahun ini performa operasional sudah membaik.
"Kami berharap proses PKPU selesai sehingga bisa mengembalikan kinerja BUMI jadi sehat," ujar dia pada KONTAN, kemarin.
Tahun ini BUMI berharap membukukan penjualan 85 juta ton batubara, naik dari tahun lalu 79,3 juta ton. Sejak 2008, BUMI belum juga bangkit. Bahkan saham BUMI sempat kandas di level Rp 50 per saham, batas terendah di pasar reguler.
Meski kerugian dan defisiensi modal ini sudah terjadi bertahun-tahun, saham BUMI belum masuk kategori saham yang bisa didepak dari bursa.
Nurhaida, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal OJK mengatakan, dalam perjalanan bisnisnya, memang banyak emiten saham yang tertekan. Terkait dengan pengawasan, OJK menyatakan bahwa yang utama adalah keterbukaan informasi.
Demi melindungi investor dari risiko, OJK mendorong emiten memberikan informasi transparan, baik dalam hal upaya perbaikan ataupun kondisi kemunduran. Kenyataannya, masih banyak investor setia memperdagangkan saham BUMI.
Meski masih rugi, BUMI justru aktif ditransaksikan, dengan total volume mencapai 7,8 juta lot kemarin. Sehari sebelumnya, volume transaksi mencapai 11,46 juta lot. Padahal ekuitas BUMI negatif US$ 3 miliar.
"Ini risiko, karena membeli saham dengan ekuitas negatif artinya kita membeli sesuatu yang tidak bernilai," ujar David Sutyanto, analis First Asia Capital.
Investor harus memahami risiko sebelum menempatkan dananya di suatu saham. Banyak investor sempat menikmati kejayaan BUMI. Sehingga, banyak pula yang berharap saham ini bangkit lagi. Hans Kwee,
Direktur Investa Saran Mandiri menilai, BUMI belum bebas masalah. "Sebaiknya investor cermat hingga proses restrukturisasi utang tuntas," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News