Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Tendi Mahadi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sepanjang bulan Juli industri reksadana berhasil mencatatkan kinerja yang positif. Reksadana saham jadi reksadana dengan performa paling baik di mana kinerjanya tercermin dari Infovesta 90 Equity Fund Index yang tumbuh 1,38% sepanjang bulan Juli.
Angka tersebut bahkan mengungguli kinerja IHSG yang hanya tumbuh 0,57% pada periode yang sama. Sementara secara year to date, IHSG masih unggul dengan tumbuh 5,26%, sedangkan reksadana saham hanya tumbuh 1,40%.
Sementara itu, reksadana campuran dan reksadana pendapatan tetap yang kinerjanya diukur berdasarkan Infovesta 90 Balanced Fund Index dan Infovesta 90 Fixed Income Fund Index masing-masing naik 0,79% dan 0,22% secara bulanan. Lalu, Infovesta 90 Money Market Fund Index yang mengukur kinerja reksadana pasar uang juga tumbuh 0,20%.
Vice President Infovesta Utama Wawan Hendrayana menjelaskan, apiknya kinerja reksadana saham sepanjang Juli tidak terlepas dari menguatnya saham-saham blue chip yang menjadi portofolio utama reksadana saham. Hal ini ditopang oleh tidak adanya kenaikan suku bunga BI7DRR, data makroekonomi yang solid, serta komitmen pemerintah menjaga subsidi.
Baca Juga: IHSG Menguat, Kinerja Reksadana Saham Moncer di Pekan Lalu
“Ditopang dengan beberapa laporan keuangan emiten kuartal II-2022 yang di atas ekspektasi, ini membuat pasar lebih optimistis terhadap kondisi pasar Indonesia,” jelas Wawan ketika dihubungi Kontan.co.id, Senin (1/8).
Sementara Head of Business Development Division Henan Putihrai Asset Management Reza Fahmi meyakini apiknya kinerja reksadana saham akan berlanjut di bulan Agustus. Hal ini sejalan dengan apiknya laporan keuangan emiten pada kuartal II-2022 yang bisa menjadi katalis positif untuk reksadana saham.
Selain itu, kembali menguatnya nilai tukar rupiah dan kelanjutan proses pemulihan ekonomi Indonesia diyakini juga bisa menjadi sentimen positif untuk pasar saham. Ditambah lagi dengan adanya keterbatasan The Fed dalam menaikkan suku bunga diyakini akan memberi dampak positif terhadap kondisi pasar saham.
“Sekarang kan kesempatan The Fed menaikkan suku bunga hanya tersisa 100 bps hingga akhir tahun, jadi The Fed sepertinya sudah tidak akan agresif lagi,” imbuhnya.
Namun, untuk outlook reksadana pendapatan tetap, Reza cenderung melihat kinerjanya masih akan cukup tertekan. Pasalnya, dengan inflasi yang terus meningkat akan menimbulkan spekulasi berlebihan terkait kenaikan suku bunga. Teranyar, inflasi Indonesia untuk bulan Juli sudah berada di angka 4,94% secara year on year (yoy).
“Hal tersebut akan menyebabkan arah harga obligasi terutama obligasi negara menjadi sulit untuk ditebak,” ungkap Reza.
Baca Juga: Manajer Investasi Mulai Menyesuaikan Portofolio Reksadana Indeks
Namun Reza menilai, jika angka inflasi bisa mereda atau lebih stabil, peluang kinerja reksadana pendapatan tetap untuk rebound, masih terbuka. Jika terjadi rebound di pasar obligasi, ia mengekspektasikan yield SBN acuan 10 tahun akan bergerak ke area 6,5% dan 6,8%.
Sementara Wawan justru meyakini saat ini pasar sudah priced-in dengan sentimen kenaikan inflasi maupun jika BI memutuskan menaikkan suku bunga acuan ke depan. Oleh karena itu, ia cukup yakin kinerja reksadana pendapatan tetap akan semakin membaik pada sisa tahun ini.
Terlebih dengan kupon yang mulai diterima baik dari penerbit obligasi korporasi maupun negara. Hal ini akan menopang kinerja reksadana pendapatan tetap di saat kondisi pasar obligasi relatif masih volatile.
“Apalagi, ke depan akan makin banyak penerbitan obligasi korporasi baru yang menawarkan kupon lebih tinggi, ini bisa berimbas positif ke kinerja reksadana pendapatan tetap,” jelas Wawan.
Wawan menyebut, dengan mempertimbangkan berbagai faktor tersebut, kinerja reksadana saham seharusnya bisa memberikan imbal hasil sekitar 10% pada akhir tahun nanti. Sementara untuk reksadana pendapatan tetap dan reksadana pasar uang, masing-masing sebesar 4-5% dan 3,5%.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News