Reporter: Ridwan Nanda Mulyana | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali menanjak menjelang akhir semester I-2024. Setelah pekan lalu melejit 2,16%, IHSG melanjutkan penguatan 0,13% ke level 6.889,16 pada awal pekan ini, Senin (24/6).
Meski sudah berbalik naik, tapi laju IHSG belum sepenuhnya aman untuk kembali menuju level psikologis 7.000. Salah satu penyebabnya adalah barisan saham berkapitalisasi pasar besar (big caps) yang masih bergerak labil.
Berkaca dari pekan lalu, gerak naik saham big bank dan bebasnya PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) dari papan pemantauan khusus meniupkan angin segar bagi IHSG. Pada awal pekan ini, BREN masih lanjut menguat.
Tapi saham big bank tak lagi kompak. PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) dan PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) berbalik merosot. Sementara PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) dan PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk (BBNI) ditutup stagnan.
Baca Juga: Intip Rekomendasi Saham Pilihan untuk Perdagangan Hari Ini (25/6)
Tekanan juga datang dari penurunan saham big caps lain seperti PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN) dan PT Astra International Tbk (ASII). Founder Stocknow.id Hendra Wardana mengamati pergerakan saham big caps di akhir semester I-2024 ini mengalami variasi yang signifikan.
Respons beragam pelaku pasar terhadap masing-masing sektor berkontribusi pada penguatan harga big caps yang belum konsisten. Sehingga penguatan yang terjadi pada pekan lalu belum mengonfirmasi tren bullish yang berkelanjutan.
"Sangat penting bagi para investor untuk tetap waspada dan mempertimbangkan dengan hati-hati semua faktor yang dapat mempengaruhi pergerakan saham-saham big caps," kata Hendra kepada Kontan.co.id, Senin (24/6).
Baca Juga: Simak Rekomendasi Teknikal Saham INCO, SMRA, EMTK untuk Perdagangan Hari Ini (25/6)
Head Customer Literation and Education Kiwoom Sekuritas Oktavianus Audi menilai inkonsistensi dari rebound sejumlah saham big caps ikut disebabkan oleh spekulasi pelaku pasar. Audi melihat para investor masih cenderung menahan diri dalam momentum transisi menuju semester II-2024.
Investor menantikan katalis penting dari rilis kinerja kuartal II-2024 dan mengantisipasi rebalancing indeks mayor. Sekaligus menimbang berbagai sentimen yang akan memengaruhi kinerja emiten, seperti efek penurunan penjualan mobil pada ASII serta dampak kebijakan suku bunga terhadap kinerja perbankan.
Audi juga menyoroti posisi investor asing yang masih menggulirkan capital outflow, sambil wait and see menantikan pelonggaran suku bunga acuan. "Kami memperkirakan saat ini pasar masih cukup berat untuk menguat hingga rilis kinerja, bahkan ketika mulai terjadi pemangkasan suku bunga," sebut Audi.
Baca Juga: Sambil Menanti Big Caps Stabil, Rekomendasi Saham Hari Ini Bisa Anda Ambil
Sensitif Capital Outflow
Pada pekan lalu, terjadi akumulasi beli bersih (net buy) dari investor asing sebesar Rp 333,5 miliar. Namun capital inflow belum stabil mengalir. Awal pekan ini, investor asing kembali melakukan jual bersih (net sell) Rp 37,53 miliar. Mengakumulasi net sell senilai Rp 8,26 triliun secara year to date.
Dalam situasi saat ini, Hendra melihat investor asing cenderung memiliki strategi yang lebih sensitif terhadap perubahan pasar. Sehingga berpotensi melakukan aksi profit taking dalam waktu relatif singkat, yang kemudian dapat menyebabkan fluktuasi lebih besar pada saham-saham big caps.
Certified Elliott Wave Analyst Master Kanaka Hita Solvera Daniel Agustinus menambahkan, risiko ketidakpastian global dan kondisi pasar yang sedang labil membuat banyak investor cenderung melakukan strategi fast trade untuk segera membungkus cuan. Dampaknya akan terasa jika dilakukan oleh investor asing yang membawa dana dengan skala jumbo.
Hanya saja, Daniel menilai dalam situasi saat ini investor asing pun tidak bisa dengan mudah untuk masuk-keluar, mempertimbangkan likuiditas yang belum tentu tersedia. "Setelah inflow asing kembali dan market uptrend, investor akan lebih banyak melakukan buy and hold daripada cuan-bungkus," ungkap Daniel.
Baca Juga: Wall Street Mixed, Perburuan Saham Blue Chip Mengangkat Dow Jones
Pengamat Pasar Modal & Founder WH-Project William Hartanto menyarankan agar pelaku pasar tidak perlu terlalu fokus terhadap perubahan posisi net buy atau sell investor asing, termasuk pada saham-saham big caps. "Lihat perubahan harganya saja, apakah makin naik, koreksi sehat atau downtrend lagi," jelasnya.
Lagi pula, perubahan cepat sikap investor wajar terjadi ketika pasar berada dalam fase bottoming. William mengatakan, indikasi fase bottoming telah berakhir akan terjadi saat IHSG kembali menembus level psikologis 7.000.
William menaksir pada akhir semester pertama ini IHSG bergerak sideways pada area 6.800-7.000. Tak jauh berbeda, Daniel memperkirakan gerak IHSG masih berat menembus area 6.900-7.000 di akhir Juni.
Baru pada semester II-2024, IHSG berpotensi melanjutkan penguatan ke atas level 7.000 kembali. "Sentimen positif besar kemungkinan akan datang dari pelemahan rupiah yang sudah terbatas, sehingga akan cenderung kembali menguat dalam jangka pendek," kata Daniel.
Baca Juga: IHSG Diproyeksi Cenderung Mixed pada Selasa (25/6), Simak Rekomendasinya
Daniel memandang momentum saat ini masih membuka peluang untuk mengoleksi saham-saham big caps dengan strategi buy on weakness. Daniel menjagokan saham BBRI, BMRI, BBNI, BBCA, ASII dan PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk (TLKM).
William ikut menyarankan buy on weakness jika saham-saham big caps mengalami pelemahan terbatas pada pekan ini. William melirik empat big bank dan TLKM. Sedangkan Audi menilai investor mulai bisa mengantisipasi rilis kinerja keuangan semester pertama.
Dia memprediksi emiten perbankan masih membukukan kinerja positif meski cenderung melambat. Audi merekomendasikan saham BMRI dengan target harga Rp 7.350 per saham.
Audi juga menyarankan untuk mencermati emiten energi dengan penjualan ekspor dalam dolar Amerika Serikat, yang diperkirakan akan punya rilis kinerja menarik. Salah satu saham yang bisa diperhatikan adalah PT Medco Energi Internasional Tbk (MEDC) dengan target harga Rp 1.895 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News