kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Saham alat berat terimbas komoditas


Senin, 19 November 2012 / 06:23 WIB
Saham alat berat terimbas komoditas
ILUSTRASI. Bank Indonesia. REUTERS/Ajeng Dinar Ulfiana


Reporter: Surtan PH Siahaan | Editor: Avanty Nurdiana

JAKARTA. Perlambatan ekonomi global berdampak serius pada harga komoditas tambang. Akibatnya, kinerja emiten alat berat ikut tergerus. Tak ayal, produsen alat berat menurunkan target produksi dan penjualan perusahaan.

Himpunan Alat Berat Indonesia (Hinabi) menyatakan, target produksi tahun ini meleset jauh, yaitu hanya sekitar 7.500 unit dari target awal 10.000 unit.

Sejumlah analis mengatakan, depresiasi harga komoditas masih akan berlanjut hingga akhir tahun dan berpotensi berlanjut di 2013 jika ekonomi Eropa dan Amerika Serikat (AS) belum stabil. Kondisi ini berpotensi menurunkan permintaan.

Sepanjang tahun ini saja, harga batubara sudah turun 19,5% menjadi US$ 90,8 per ton. Tak hanya itu, harga minyak kelapa sawit alias crude palm oil (CPO) juga turun sebanyak 18,96% menjadi RM 2.429 per ton.

Untungnya, beberapa emiten alat berat mendiversifikasi penjualannya. Jadi, ketika permintaan alat berat sektor pertambangan turun, perusahaan berusaha menggenjot penjualan dari sektor lain, misalnya dari konstruksi.

Maklum, sektor konstruksi memang cenderung stabil karena proyek swasta dan pemerintah terus berjalan. Emiten alat berat yang mampu melaksanakan diversifikasi dengan baik adalah PT United Tractors Tbk (UNTR).

Anak usaha dari PT Astra International Tbk (ASII) ini memang mempunyai lini usaha yang beragam. Alhasil, mereka mampu mengurangi risiko penurunan pendapatan. UNTR juga meningkatkan pendapatan dari penjualan suku cadang, bisnis kontraktor pertambangan, dan pertambangan batubara.

Dus, secara tahunan, pendapatan dan laba bersih UNTR di kuartal III-2012 cenderung meningkat. Pendapatan tumbuh 11,03% menjadi Rp 44,14 triliun dan laba bersih naik 2,76% jadi Rp 4,47 triliun.

Penopang kinerja itu adalah pertumbuhan pendapatan dari kontraktor pertambangan yang tumbuh tipis 5,5% dan hasil tambang batubara UNTR yang juga meningkat 1,6%.

Pendapatan tetap turun

Meski demikian, para analis mengatakan, langkah diversifikasi tersebut hanya berdampak minim pada pertumbuhan kinerja emiten alat berat. Menurut Analis Valbury Asia Securities, Budi Rustanto, bisnis penjualan alat berat umumnya menyumbang porsi terbesar, yaitu sekitar 50% dari pendapatan emiten.

Analis Mandiri Sekuritas Hariyanto Widjaya menambahkan, target penjualan alat berat akan sulit tercapai akan berdampak pada pendapatan emiten. "Sebab harga alat berat sektor pertambangan bisa empat hingga lima kali lipat dari harga alat berat lainnya," ujar Hariyanto.

Namun, menurut Analis Trust Securities Reza Priyambada, diversifikasi tersebut bisa menyeimbangkan pemasukan bagi para perusahaan alat berat. Misalnya, dengan menjadi konsultan pertambangan, masuk di bisnis penyewaan alat berat, kontraktor pertambangan, dan beberapa yang lain. "Nilainya mungkin tidak sebanding tapi bisa menjadi alternatif pemasukan," tegas dia. 

Bisnis kontraktor pertambangan, misalnya, cukup menarik. Sebab, durasi layanan jasa biasanya lama. Perusahaan juga tidak pusing terhadap naik turun harga komoditas.

Para analis juga melihat, pendapatan dan laba bersih emiten di kuartal III tahun ini masih bertumbuh. Ini karena hasil di semester I masih cukup bagus. "Harga komoditas tambang pada semester I tahun 2012 masih tergolong baik," papar Hariyanto.

Itu terlihat dari pendapatan dana laba bersih PT Intraco Penta Tbk yang masing-masing naik 0,09% jadi Rp 2,07 triliun dan 84,39% menjadi Rp 78,09 miliar.

Hasil pendapatan PT Hexindo Adiperkasa Tbk juga tumbuh 22,18% menjadi Rp 362,43 miliar. Sedangkan, laba bersih emiten berkode HEXA ini juga meningkat 25,23% menjadi Rp 38,52 miliar.

Meski demikian, para analis menilai, prospek saham emiten alat berat tidak terlalu baik. Mereka menyarankan untuk menghindari investasi jangka pendek melalui saham-saham emiten alat berat.

Reza mengatakan, tidak ada perbaikan ekonomi global dalam waktu dekat sehingga nilai saham alat berat akan susah naik. Pergerakan harga saham akan mendatar, cenderung menurun, dalam jangka waktu dekat. 

Hariyanto juga menyarankan agar menjual saham emiten alat berat dan mengalihkan pada sektor lain yang lebih konsisten.

Namun, lain lagi pendapat Budi. Anjloknya harga saham emiten alat berat sekarang ini justru menjadi waktu yang tepat untuk membeli saham emiten alat berat.

Memang dalam jangka pendek, harga komoditas masih akan cenderung turun, tapi ada potensi rebound dalam jangka panjang. Kondisi semacam ini pernah terjadi di 2008. Saat itu, harga komoditas turun dan membuat harga saham emiten alat berat rontok. Tapi, dua tahun harga saham kembali naik setelah harga komoditas kembali naik.

Budi juga menyarankan agar investor cermat dalam memilih saham. Investor harus menganalisis dan menelaah arah bisnis dan rencana ekspansi emiten.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×