Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rupiah berpeluang terperosok ke level Rp 16.000 per dolar Amerika Serikat (AS) di akhir tahun ini. Kekuatan dolar sulit dibendung, walau pemerintah sekuat tenaga berupaya menjaga kestabilan rupiah.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede melihat, rupiah berpotensi mengalami tekanan dalam jangka pendek atau sampai akhir Oktober 2023. Utamanya faktor global akan menjadi penyebab depresiasi rupiah.
Data ekonomi AS terkini seperti pasar tenaga kerja memang masih menunjukkan kondisi resilien di negara tersebut, sehingga inflasi Amerika meski mulai turun namun tetap berada di atas sasaran target The Fed sebesar 2%.
Baca Juga: Kurs Rupiah Jisdor di Rp 15.838 Per Dolar AS Hari Ini, Paling Lemah Sejak April 2020
Josua menambahkan, konflik Israel-Hamas yang semakin memanas turut meningkatkan tensi geopolitik di kawasan Timur Tengah, sehingga menaikkan harga minyak dunia yang berujung pada ekspektasi semakin sulitnya inflasi global untuk turun secara persisten.
Hal tersebut menyebabkan risiko higher-for-longer suku bunga meningkat, dengan ruang kenaikan suku bunga kebijakan the Fed masih akan terbuka di sisa tahun ini.
“Kondisi ini akan memicu sentimen risk-off investor dan mengalihkan dananya ke aset safe haven. Kami melihat rupiah sampai akhir Oktober 2023 dapat berada pada rentang Rp 15.700 per dolar AS – Rp 15.900 per dolar AS,” kata Josua kepada Kontan.co.id, Kamis (19/10).
Josua bilang, indikator global penting yang sangat perlu diantisipasi adalah keputusan The Fed di pertemuan FOMC awal November mendatang. Jika kebijakan The Fed masih cenderung hawkish maka tekanan pada Rupiah dapat terus berlanjut.
Namun jika cenderung dovish dan The Fed menyatakan ruang pemangkasan suku bunga terbuka tahun depan, Josua memprediksi rupiah mampu menguat ke kisaran Rp 15.400 per dolar AS – Rp 15.600 per dolar AS pada akhir tahun 2023 ini.
Pengamat Mata Uang Lukman Leong mencermati, pelemahan rupiah karena sentimen eksternal yang dipicu kekhawatiran akan prospek suku bunga The Fed. Ketakutan itu telah membawa imbal hasil obligasi AS tenor 10 tahun mendekati level 5%, tertinggi sejak 2007.
Baca Juga: Bank Indonesia Menaikkan Suku Bunga Acuan 25 Basis Poin Jadi 6%
“Kekhawatiran perkembangan seputar perang Israel – Hamas turut membuat posisi dolar lebih tangguh,” ucap Lukman saat dihubungi Kontan.co.id, Kamis (19/10).
Dari domestik, Lukman menilai upaya BI menjaga kestabilan rupiah belum mampu berbicara banyak. Kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE) yang dimulai Agustus 2023 belum menguatkan cadangan devisa karena pemerintah banyak menggunakan cadangan devisa untuk intervensi dan membayar utang.
Sementara itu, keputusan tak terduga BI mengerek suku bunga dinilai hanya sedikit menahan pelemahan rupiah. Bank Indonesia menaikkan suku bunga acuan BI 7-Day Reverse Repo Rate (BI7DRR) sebesar 25 bps ke level 6% dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI Oktober 2023, Kamis (19/10).
“Saya kira Bank Indonesia hanya bisa menjaga agar rupiah tidak bergejolak maupun melemah tajam, depresiasi rupih sangat sulit dihindari,” ujar Lukman.
Menurut Lukman, fundamental ekonomi Indonesia sebenarnya tidak ada masalah yang terlihat dari pertumbuhan ekonomi masih solid. Inflasi masih terjaga dalam rentang BI, pertumbuhan ekonomi di atas 5%, surplus perdagangan berlanjut selama 41 bulan beruntun, serta neraca transaksi berjalan surplus sejak kuartal IV 2021 meski di kuartal kedua tahun ini alami defisit.
Baca Juga: Menilik Arah Rupiah, IHSG & Rekomendasi Saham Pilihan Usai Suku Bunga BI Naik
Hanya saja, perlambatan ekonomi China sebagai mitra dagang terbesar Indonesia turut menekan rupiah. Kinerja ekspor-impor Indonesia mengalami penurunan besar tahun ini efek dari perlambatan China, penjualan ritel pun masih lemah.
Dengan perkembangan terkini, Lukman melihat rupiah hampir pasti akan menyentuh Rp 16.000 per dolar AS di akhir tahun 2023. Faktor utama pelemahan rupiah masih dari eksternal yaitu sikap agresif the Fed, ketidakpastian geopolitik dan perlambatan ekonomi di China.
Oleh karena itu, Lukman memperkirakan rupiah di akhir tahun bisa melemah di kisaran Rp 16.000 per dolar AS – Rp 16.200 per dolar AS. Mengutip Bloomberg, hari ini rupiah di pasar spot secara harian melemah 0,54% ke level Rp 15.815 per dolar AS, sementara pelemahan rupiah JIsdor BI sebesar 0,68% ke level Rp 15.838 per dolar AS yang merupakan pelemahan paling dalam sejak 14 April 2020.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News