Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pelaku pasar tengah bersiap-siap menyambut rapat Federal Reserve pada pekan ini. Arah kebijakan moneter The Fed akan jadi perhatian mengingat Amerika Serikat baru saja mencatatkan rekor inflasi tertinggi dalam 40 tahun terakhir, yakni sebesar 7,9% pada pekan lalu.
Pasar menantikan apakah The Fed akan tetap menaikkan suku bunga secara agresif seperti yang sudah diutarakan sebelumnya, atau justru menahan diri menimbang situasi yang terjadi di Eropa Timur.
Kepala Ekonom Bank Central Asia David Sumual menyebut, jelang agenda tersebut, dolar AS diperkirakan akan mengalami penguatan dan membuat rupiah tertekan. Kendati begitu, ia meyakini The Fed tidak akan agresif dan hanya menaikkan suku bunga acuan sebesar 25 bps. Artinya, lebih rendah dari ekspektasi pasar sebelumnya yang memperkirakan 50 bps.
Baca Juga: Inflasi AS Tinggi, Analis Memperkirakan Rupiah Masih berpotensi Stabil
“Dengan demikian, pergerakan nilai tukar seharusnya tidak akan volatile dalam jangka pendek ini. Sentimen kenaikan suku bunga 25 bps seharusnya sudah diantisipasi oleh pasar,” terang David ketika dihubungi Kontan.co.id, Senin (14/3).
Apalagi, secara fundamental saat ini rupiah dinilai sangat solid. David menyebut, rupiah secara fundamental, seharusnya memiliki nilai tukar di kisaran Rp 14.500 per dolar AS. Sementara pada hari ini, Senin (14/3), rupiah berada di level Rp 14.333 per dolar AS.
Menurut David, apiknya kondisi rupiah tidak terlepas dari keuntungan jangka pendek yang diterima rupiah akibat kenaikan harga komoditas yang dipicu konflik Rusia-Ukraina. Di saat yang bersamaan, posisi investor asing di pasar modal Indonesia juga relatif terjaga.
Walaupun terjadi outflow sebesar Rp 18,5 triliun di pasar obligasi, investor asing justru masih mencatatkan infow di pasar saham sebesar Rp 17 triliun. Ahasil, perpaduan kedua faktor tersebut menjaga nilai tukar rupiah tetap stabil di tengah sentimen inflasi AS yang tinggi dan kenaikan suku bunga acuan.
Baca Juga: IHSG Rekor Tertinggi, Asing Mencatat Beli Bersih pada Senin (14/3)
Lebih lanjut, David juga menilai Bank Indonesia belum akan menaikkan suku bunga acuan dalam waktu dekat, setidaknya untuk paruh pertama tahun ini. Menurutnya, BI baru berpotensi menaikkan suku bunga acuan pada paruh kedua tahun ini, ketika inflasi domestik sudah mulai merangkak naik.
“Kenaikan harga komoditas ini masih akan terus berlangsung dan akan mendorong ekspor Indonesia, yang artinya membuat surplus neraca perdagangan bisa terus tumbuh. Dengan demikian, pergerakan rupiah masih akan bisa tetap stabil ke depannya,” imbuh David.
David memproyeksikan, untuk semester pertama 2022, rupiah akan bergerak pada rentang Rp 14.300 per dolar AS-Rp 14,500 per dolar AS.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News