kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45935,51   7,16   0.77%
  • EMAS1.335.000 1,06%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Inflasi AS Tinggi, Analis Memperkirakan Rupiah Masih berpotensi Stabil


Senin, 14 Maret 2022 / 17:55 WIB
Inflasi AS Tinggi, Analis Memperkirakan Rupiah Masih berpotensi Stabil
ILUSTRASI. Mata uang rupiah.


Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Herlina Kartika Dewi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai tukar rupiah dalam jangka panjang berpotensi tetap stabil meski ada tekanan dari kenaikan inflasi dan suku bunga acuan Amerika Serikat (AS). 

Amerika Serikat (AS) mencatatkan lonjakan inflasi pada bulan Februari 2022 sebesar 7,9%, lebih tinggi dari bulan sebelumnya yang sebesar 7,5%. 

Tingkat inflasi di Negeri Paman Sam tersebut memecahkan rekor tertinggi dalam 40 tahun terakhir. Sementara, kenaikan suku bunga AS yang akan diumumkan Kamis (17/3) dini hari sudah di depan mata. 

Tidak dipungkiri, kedua faktor tersebut akan menekan penguatan rupiah terhadap dolar AS. 

Lukman Leong, Analis DCFX Futures mengatakan inflasi di AS sangat tinggi dan suku bunga akan segera naik. 

Sementara di Indonesia, inflasi masih terjaga dan Bank Indonesia belum akan menaikkan suku bunga. Perbedaan kebijakan antara The Fed dan Bank Indonesia tentunya akan melemahkan rupiah. 

Baca Juga: Rupiah Jisdor Melemah 0,15% ke Rp 14.328 Per Dolar AS Per Dolar AS Pada Senin (14/3)

Namun, Lukman memproyeksikan pelemahan rupiah akan terjadi secara tebatas. Faktor yang berpotensi menjaga kestabilan pergerakan rupiah datang dari neraca perdagangan Indonesia yang diproyeksikan akan surplus. 

Dengan begitu cadangan devisa akan mampu meredam pelemahan rupiah akibat perbedaan kebijakan suku bunga. 

Hingga akhir semester I-2022, Lukman tetap optimistis bahwa fundamental dalam negeri akan tetap positif. Hanya saja, risiko dari eksternal apalagi Rusia dan Ukraina yang tidak bisa diproyeksikan kapan akan selesai, masih menjadi tekanan bagi rupiah. 

Senada, Senior Economist Samuel Sekuritas Fikri C. Permana mengatakan inflasi AS naik karena kenaikan harga komoditas yang tinggi. Sementara Indonesia juga cenderung diuntungkan dengan harga komoditas yang tinggi. 

"Indonesia banyak eskpor komoditas, harapannya neraca perdagangan akan surplus di tengah harga komoditas yang naik," kata Fikri. 

Apalagi kenaikan harga komoditas yang Indonesia ekspor, seperti batubara, CPO dan metal lebih tinggi dari kenaikan harga minyak yang Indonesia impor.

Baca Juga: Rupiah Spot Terus Melemah ke Rp 14.332 Per Dolar AS pada Tengah Hari Ini (14/3)

Dengan begitu Fikri optimistis cadangan devisa Indonesia masih akan mampu menjaga kestabilan rupiah. Fikri memproyeksikan rupiah di Rp 14.400 per dolar AS hingga akhir tahun ini.

Namun, jika The Fed sangat agresif menaikkan suku bunga acuannya, Fikri memproyeksikan depresiasi rupiah berpotensi ke Rp 14.600 per dolar AS. 

Sementara, Lukman memproyeksikan  jika Rusia dan Ukraina tidak kembali memanas, rupiah di semester I-2022 berada di Rp 14.200 per dolar AS-Rp 14.300 per dolar AS.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×