Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Rupiah berhasil menutup akhir pekan dengan sempura. Pada perdagangan Jumat (5/6), rupiah di pasar spot ditutup di level Rp 13.878 per dolar Amerika Serikat atau menguat 1,56% dibanding penutupan hari sebelumnya.
Level tersebut juga merupakan yang tertinggi bagi rupiah sejak 24 Februari 2020 silam. Saat itu mata uang Garuda berada di level Rp 13.872 per dolar AS.
Jika dilihat dalam sepekan terakhir, rupiah berhasil menunjukkan pertumbuhan yang positif. Di pasar spot, rupiah telah menguat 5,01%. Sementara di kurs tengah Bank Indonesia (BI), rupiah juga berhasil melesat 4,30% setelah hari ini ditutup di level Rp 14.100 per dolar AS .
Baca Juga: Hore, rupiah hari ini ditutup menguat 1,56% ke Rp 13.878 per dolar AS
Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, kinerja positif rupiah dalam sepekan disebabkan investor asing yang mulai memindahkan asetnya dari pasar India ke pasar Indonesia. Hal tersebut tidak terlepas dari downgrade rating India dari BAA2 menjadi BAA3 dan menurunkan outlook-nya dari stable menjadi negative.
“Dengan struktur negara yang mirip, penurunan ini diperkirakan menjadi salah satu faktor yang mendorong perpindahan aset ke Indonesia. Pada akhirnya ini meningkatkan permintaan akan rupiah dan mendorong penguatan rupiah,” ujar dia kepada Kontan.co.id, Jumat (5/6).
Selain itu, Josua menyebut total arus modal yang masuk pada minggu ini jadi angin segar bagi rupiah. Asal tahu saja, total arus modal asing yang masuk capai US$ 328,45 juta, dengan sebagian besar berasal dari pasar saham.
Arus modal masuk ini juga sejalan dengan cukup tingginya permintaan obligasi pada lelang surat utang negara (SUN) pada Selasa (2/4), yang total penawarannya mencapai Rp 105,26 triliun.
Baca Juga: Rupiah ditutup di bawah Rp 14.000 per dolar AS, begini tanggapan Gubernur BI
Analis Global Kapital Investama Alwi Assegaf menambahkan, pelemahan dolar AS turut memudahkan penguatan rupiah. Dalam sepekan terakhir, the greenback terlihat sudah melemah 1,7% terhadap mata uang utama lainnya.
“Saat ini, sentimen risk appetite terus meningkat di tengah harapan pemulihan ekonomi setelah negara-negara di Asia, Eropa dan AS melakukan kebijakan pelonggaran lockdown. Selain itu, ditemukannya vaksin turut memberi harapan bahwa pemulihan ekonomi akan membentuk V-Shape recovery,” pungkas Alwi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News