Reporter: Namira Daufina | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Hasil federal open market committee (FOMC) dan surplus neraca perdagangan yang menipis jadi katalis negatif bagi pergerakan rupiah. Analis pun menduga rupiah masih bisa melemah di akhir pekan nanti.
Di pasar spot, Kamis (15/6) valuasi rupiah tergelincir 0,07% ke level Rp 13.286 per dollar AS dibanding hari sebelumnya. Sementara di kurs tengah Bank Indonesia posisi rupiah menguat tipis 0,03% di level Rp 13.282 per dollar AS.
Reny Eka Putri, Analis Pasar Uang PT Bank Mandiri Tbk menjelaskan sebenarnya pergerakan rupiah terhitung dalam rentang sempit. Di satu sisi hasil FOMC yang menaikkan suku bunga 25 bps sudah price in di pasar sehingga tidak banyak imbasnya bagi rupiah.
Namun di sisi lain pernyataan The Fed yang menjaga peluang kenaikan suku bunga masih ada satu kali lagi hingga akhir tahun menguntungkan USD.
"Terlihat pada pergerakan rupiah yang sangat sempit dan mampu bertahan di bawah Rp 13.300 per dollar AS," tutur Reny.
Namun memang tekanan bagi rupiah juga datang dari dalam negeri. Setelah Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan surplus menurun.
Surplus Mei 2017 hanya sebesar US$ 470 juta dari sebelumnya di bulan lalu yang mencapai US$ 1,24 miliar. Dan di bawah prediksi pasar yang bisa mencapai US$ 1,1 miliar. "Efeknya buruk karena selama ini surplus Indonesia memuaskan walaupun tidak signifikan dampaknya," ungkap Reny.
Ia pun menduga Jumat (16/6) rupiah berpotensi untuk melemah lagi. Walau rentangnya akan tetap sempit namun Reny belum melihat alasan bagi rupiah untuk membalikkan arah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
