Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai tukar rupiah berpotensi melanjutkan pelemahan pada perdagangan Kamis (24/9). Tekanan rupiah berasal dari domestik maupun eksternal.
Mengutip Bloomberg, pada perdagangan Rabu (22/9) kurs rupiah spot tercatat melemah 0,20% ke Rp 14.815 per dolar Amerika Serikat (AS). Sementara itu, pada kurs tengah Bank Indonesia (BI) atau Jisdor, rupiah melemah 0,36% ke level Rp 14.835 per dolar AS dibandingkan perdagangan hari sebelumnya Rp 14.782 per dolar AS.
Analis Pasar Uang Bank Mandiri Reny Eka Putri mengungkapkan, tren pergerakan mata uang Garuda masih cenderung melemah. Hal tersebut disebabkan masih tingginya penambahan kasus baru Covid-19 di Tanah Air, terutama saat Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) kembali diperketat.
"Pelemahan rupiah akan berlanjut pada Kamis (24/9) di kisaran Rp 14.774 per dolar AS hingga Rp 14.824 per dolar AS," kata Reny kepada Kontan.co.id, Rabu (23/9).
Sementara itu, dari eksternal Reny menilai pernyataan beberapa petinggi bank sentral AS Federal Reserve masih menjadi perhatian pelaku pasar. Perkembangan terkait rencana stimulus dan kebijakan moneter dari Negeri Paman Sam masih menjadi sorotan.
Baca Juga: Kurs rupiah melemah 0,20% ke Rp 14.815 per dolar AS pada Rabu (23/9)
Head of Economics Research Pefindo Fikri C Permana memprediksi pelemahan rupiah masih akan berlanjut, bahkan berpotensi lebih dalam. "Pada Kamis (24/9) kemungkinan melemah sangat besar, karena jumlah penjualan rumah di AS yang sangat tinggi selama Agustus 2020," ujar Fikri kepada Kontan.co.id, Rabu (23/9).
Ditambah lagi, muncul juga pernyataan dari Gubernu The Fed Chicago yang menunjukkan ada ruang bagi bank sentral tersebut untuk menerapkan kebijakan hawkish ke depan.
Kondisi tersebut berpotensi mendorong indeks dolar semakin menguat. Alhasil, tekanan mata uang Garuda hari ini bakal didominasi oleh sentimen eksternal. "Rupiah pada Kamis (24/9) akan bergerak di rentang Rp 14.700 per dolar AS hingga Rp 15.000 per dolar AS," ujar Fikri.
Selanjutnya: Loyonya pertumbuhan kredit perbankan ikut menyeret penerimaan pajak
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News