Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Mata uang rupiah, sepertinya masih akan terus tertekan beberapa waktu ke depan. Tak terkecuali pada transaksi perdagangan hari Rabu (27/3) ini.
Menurut sejumlah analis, pelemahan rupiah terjadi lantaran persediaan mata uang dollar Amerika Serikat tidak seimbang dengan tingkat permintaan yang ada.
Analis rupiah dan pasar uang Bank Himpunan Saudara Rully Nova berpendapat, permintaan dollar saat ini cukup tinggi, namun sulit didapat. Pemerintah, menurut Rully, absen dalam memantau dan memperhitungkan pembayaran utang perusahaan swasta dalam bentuk dollar.
Padahal, lanjutnya, jumlah utang perusahaan swasta dalam bentuk dollar AS jumlahnya mendekati jumlah utang pemerintah. Terlebih, utang dolar swasta itu bertemor pendek. Dengan begitu, permintaan dolar akan semakin tinggi.
Faktor lain yang turut menyumbang pelemahan rupiah adalah lantaran kinerja neraca berjalan Indonesia yang masih belum membaik.
"Rupiah sangat sulit beranjak dari posisi lemah. Sampai akhir bulan ini sepertinya rupiah akan terus mengalami tekanan," kata Rully.
Pelemahan rupiah, lanjut Rully, juga akan disumbang oleh inflasi yang tinggi pada bulan Maret ini. Karena itu, dalam jangka menengah dan panjang, pelemahan rupiah tentu akan mempengaruhi defisit anggaran dan belanja pemerintah.
Selain itu, ada pula faktor eksternal yang mempengaruhi pergerakan rupiah. Yaitu permasalahan bailout Siprus serta kondisi ekonomi beberapa negara Eropa serta data-data ekonomi AS yang masih belum sepenuhnya baik.
Analis Currency Management Group Farial Anwar memprediksi, nilai tukar rupiah pada akhir Maret ini akan sulit berada dibawah level Rp 9.700, bahkan sulit keluar dari zona Rp 9.750.
Farial menjelaskan, pelemahan nilai tukar rupiah paling besar lantaran faktor ketersediaan dollar. Karena itu, satu-satunya cara menjaga rupiah untuk tidak terlalu terpuruk, adalah langkah Bank Indonesia menjaga pasar rupiah meski dengan risiko menipisnya cadangan devisa negara.
"Saat ini orang sudah tidak lagi melihat rupiah sebagai aset yang seksi, karena sudah dialihkan ke dollar. Aksi korupsi pun sudah tidak menggunakan rupiah lagi, karena sudah dianggap recehan. Pasar maupun dunia usaha seperti perbankan enggan untuk melepas dollar," papar Farial.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News