Reporter: Veri Nurhansyah Tragistina | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Hari ini, rupiah diprediksikan melanjutkan koreksi terbatas. Pemicunya adalah semakin kuatnya sinyal Bank Sentral Amerika Serikat (AS) atau The Federal Reserve (The Fed) menaikkan suku bunga acuan. Pada saat bersamaan, sentimen positif dari domestik masih minim.
Di pasar spot, Kamis (29/1) rupiah melemah 0,76% menjadi Rp 12.582 per dollar AS. Sementara kurs tengah Bank Indonesia (BI) menunjukkan rupiah terkoreksi 0,13%, menjadi Rp 12.515 per dollar AS.
Reny Eka Putri, Analis Pasar Uang Bank Mandiri Tbk, mengatakan, kemarin, rupiah terkoreksi setelah hasil rapat rutin komite The Fed atau FOMC meeting mengindikasikan tidak menaikkan suku bunga acuan dalam waktu dekat ini.
Namun, di sisi lain, The Fed menyalakan sinyal, pertumbuhan ekonomi AS terus stabil dari hari ke hari. Dengan kata lain, The Fed tetap akan menaikkan suku bunga di tahun ini, tepatnya di kuartal II. Sentimen ini menjadikan otot dollar AS sterek terhadap mata uang semua negara termasuk rupiah.
"Investor memilih mengambil dollar AS sebagai safe haven currency," kata Reny, Kamis (29/1).
Analis PT Investa Saran Mandiri, Kiswoyo Adi Joe menambahkan, rupiah kekurangan sentimen positif dari dalam negeri. Badan Pusat Statistik (BPS) baru merilis data ekonomi terbaru pada awal Februari nanti.
Di sisi lain, masa 100 hari pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla kurang mendapat respons positif investor. "Belum ada hasil yang benar-benar nyata dari program pemerintahan sekarang," ungkap Kiswoyo. Walhasil, terkait isu dalam negeri, investor memilih wait and see.
Kiswoyo memprediksi, rupiah akan kembali melemah terbatas di Rp 12.300-Rp 12.700 per dollar AS. Sementara Reny memperkirakan rupiah terkoreksi terbatas di Rp 12.510-Rp 12.695 per dollar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News