Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Berkurangnya sikap agresif Federal Reserve (The Fed) turut berdampak positif bagi posisi nilai tukar rupiah. Rupiah diproyeksi bisa bertahan lama di bawah level Rp 15.000 per dolar Amerika SerAS hingga akhir tahun.
Analis Global Kapital Investama Alwi Assegaf menilai bahwa faktor eksternal menjadi pendorong menguatnya rupiah belakangan ini hingga bisa tembus di bawah Rp 15.000 per dolar AS. Pada pertemuan FOMC Maret 2023, The Fed seperti mengindikasikan kenaikan suku bunga hanya butuh satu kali saja kenaikan di Mei tahun ini.
Hal tersebut menyusul kasus kolapsnya bank besar di Amerika Serikat yang meredam ekspektasi kenaikan suku bunga agresif dari The Fed.
Ekspektasi yang berkembang di pasar saat ini adalah Terminal Rate Fed akan dipertahankan berada di level 5,1% pada tahun 2023. Pasar berharap setelah kenaikan suku bunga di Mei 2023 maka The Fed bakal menjeda kenaikan suku bunga di Juni. Hingga akhirnya, Bank Sentral AS tersebut memangkas suku bunga pada bulan Desember 2023.
“Kondisi ini menciptakan ekspektasi pasar mengenai tren suku bunga The Fed sudah mencapai puncaknya. Ini memukul dolar dan obligasi AS,” jelas Alwi kepada Kontan.co.id, Selasa (4/4).
Alwi bilang, tertekannya posisi dolar AS memberikan ruang penguatan yang signifikan bagi rupiah. Teranyar, data ISM Purchasing Managers Index (PMI) manufaktur AS anjlok 46,3 poin atau terendah dalam tiga tahun terakhir.
Baca Juga: Rupiah Cenderung Menguat di 2023, Didukung Ekonomi Domestik yang Tangguh
Dari dalam negeri, inflasi Indonesia masih terkendali dengan baik. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) Maret 2023 tercatat 0,18% (mtm), tidak berbeda jauh dibandingkan dengan inflasi bulan sebelumnya 0,16% secara bulanan (mtm)
Prospek ekonomi Indonesia yang dinilai tangguh tersebut kemudian menarik mata investor asing. Buktinya, dana asing di Surat Berharga Negara (SBN) terus masuk dalam beberapa bulan terakhir yang salah satunya tercermin dari turunnya imbal hasil (yield) obligasi Indonesia.
Tidak hanya di pasar surat utang, Alwi berpandangan bahwa pasar saham turut menjadi incaran investor salah satunya membidik emiten pembagi dividen jumbo seperti PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG).
Ketika investor asing masuk ke pasar untuk membeli saham maka ada aktivitas konversi mata uang yang berdampak baik untuk posisi rupiah. Di saat yang bersamaan, investor juga melihat timing yang pas untuk masuk karena Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terkoreksi cukup dalam.
Alwi menjelaskan bahwa kondisi perekonomian Indonesia dipandang lebih baik dibanding negara lainnya. International Monetary Fund (IMF) menaikkan proyeksi ekonomi Indonesia bisa tumbuh ke level di atas 5% dari sebelumnya hanya 4,8%.
Surplus neraca perdagangan juga diyakini masih berlanjut sehingga akan menopang prospek rupiah ke depannya. Positifnya data perdagangan ini didukung oleh masih tingginya harga-harga komoditas seperti Crude Palm Oil (CPO) atau minyak kelapa sawit.
Baca Juga: Ini Sentimen yang Mendorong Penguatan Rupiah pada Hari Ini (4/4)
Kendati demikian, Alwi mewaspadai ekspektasi berkurangnya sikap hawkish The Fed bisa berbalik cepat. Sebab, melonjaknya harga minyak bisa menjalar kepada naiknya harga sejumlah barang dan pada akhirnya kembali mengangkat inflasi AS.
Apabila skenario tersebut terjadi, maka ekspektasi berkurangnya sikap agresif The Fed bakal memudar. Setidaknya, The Fed akan mempertahankan level suku bunga dan tidak ada rencana penurunan suku bunga di tahun ini yang diperkirakan bakal terjadi pada Desember 2023.
Alwi memperkirakan posisi nilai tukar rupiah akan berkisar Rp 14.650 per dolar AS – Rp 15.130 per dolar AS sampai akhir semester I-2023. Sementara, posisi rupiah di akhir tahun diprediksi berada di level Rp 14.500 per dolar AS – Rp 15.350 per dolar AS.
Pada perdagangan hari ini, Selasa (4/4), rupiah spot ditutup menguat 0,48% ke level Rp 14.899 per dolar AS. Sejalan, rupiah Jisdor menguat 0,51% ke level Rp 14.913 per dolar AS.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News