Reporter: Pulina Nityakanti | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Nilai tukar rupiah tercatat hampir menyentuh Rp 16.000 per dolar Amerika Serikat (AS). Jika pelemahan rupiah berlanjut, kinerja emiten sektor energi di Bursa Efek Indonesia (BEI) dinilai akan terdampak negatif.
Pada perdagangan hari ini, Jumat (22/11), rupiah Jisdor menguat 0,19% ke Rp 15.911 per dolar AS. Rupiah spot juga menguat 0,35% ke Rp 15.875 per dolar AS hari ini.
Fluktuasi rupiah dinilai memiliki dampak langsung ke kinerja emiten energi dengan pendapatan dalam dolar AS, memiliki obligasi global, serta memiliki bisnis yang erat dengan impor bahan baku.
Untuk emiten dengan pendapatan dolar AS, dampaknya bisa positif dan bisa memperbaiki kinerja mereka yang sempat tergerus per kuartal III 2024 yang salah satunya disebabkan selisih kurs.
Ambil contoh, PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) alias PGN, PT Austindo Nusantara Jaya Tbk (ANJT), dan PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO).
Baca Juga: Rupiah Terhadap Dolar AS Fluktuatif Selama Pekan Ketiga November
PGAS mencatat laba bersih sebesar US$ 263,38 juta, berhasil naik 32,69% secara tahunan alias year on year (YoY). Namun, PGAS mengalami rugi selisih kurs penjabaran laporan keuangan entitas anak sebesar US$ 891,40 ribu.
Corporate Secretary PGAS Fajriyah Usman mengatakan, pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS sebenarnya tidak secara signifikan memengaruhi operasional utama.
Namun, PGAS terus memonitor fluktuasi nilai tukar dan menerapkan strategi mitigasi risiko, termasuk melalui natural hedge dan kebijakan keuangan yang prudent.
“Hal ini dilakukan untuk memastikan kinerja tetap solid. Fokus kami adalah terus menjaga efisiensi operasional dan memberikan layanan terbaik bagi pelanggan di tengah dinamika ekonomi,” kata Fajriyah kepada Kontan.co.id, Jumat (22/11).
Fajriyah mengaku, PGAS saat ini tidak memiliki utang obligasi. PGAS telah melunasi seluruh obligasi pada Mei 2024, sehingga tidak memiliki eksposur obligasi, baik dalam dolar AS maupun mata uang lainnya.
Baca Juga: IHSG Menguat 0,48% dalam Sepekan, Intip Sentimen Penggeraknya
Selain itu, per 30 September 2024, debt-to-equity ratio (DER) PGAS berada pada level yang sehat, yaitu 0,3x. Hal ini diakui Fajriyah mencerminkan struktur keuangan yang solid dan kemampuan PGAS dalam menjaga keseimbangan antara ekuitas dan kewajiban.
“Dengan posisi keuangan ini, kami dapat fokus pada pengelolaan operasional yang efisien dan tetap tangguh menghadapi fluktuasi nilai tukar rupiah,” ungkapnya.
ANJT mencatatkan laba bersih sebesar US$ 1,49 juta per kuartal III 2024, naik US$ 610.300 per periode sama tahun lalu. Selisih kurs penjabaran laporan keuangan entitas anak sebesar US$ 2,83 juta, turun dari US$ 2,92 juta.
Manajemen ANJT mengungkapkan, terjadi penguatan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS ke Rp 15.138 per dolar AS di akhir September 2024.
”Alhasil, nilai aset dari beberapa entitas anak yang pembukuannya dalam rupiah tercatat jadi turun menjadi US$ 2,83 juta di akhir September 2024,” ujarnya dalam keterangan resmi tertanggal 31 Oktober 2024.
Baca Juga: Kompak, Rupiah Jisdor Menguat 0,19% ke Rp 15.911 Per Dolar AS Pada Jumat (22/11)
ADRO juga mencatatkan penurunan raihan pada selisih kurs karena penjabaran laporan keuangan sebesar US$ 301 ribu per kuartal III 2024, merosot dari US$ 15,18 juta per periode sama tahun lalu. ADRO akhirnya mencatatkan penurunan laba bersih 10,6% YoY ke US$ 4,45 miliar per kuartal III 2024.
Secara sektoral, Economist NH Korindo Sekuritas Indonesia, Ezaridho Ibnutama melihat, sektor energi secara umum mendapatkan dampak positif. Sebab, para emiten energi banyak melakukan ekspor komoditas ke luar.
”Sektor konsumen juga akan mendapatkan dampak negatif, karena banyak impor bahan baku dari luar,” ujarnya kepada Kontan, Jumat (22/11).
Ezaridho melihat, kinerja emiten-emiten energi dan konsumen sangat beragam ke depan. Dengan terpilihnya Donald Trump menjadi Presiden AS, Amerika Serikat akan kembali ke kebijakan luar negeri mereka sebelumnya, yaitu speak softly and carry a big stick.
“Jadi, Amerika Serikat akan menunjukkan gigi untuk menghentikan perang antara Ukraina-Rusia dan Israel-Palestina,” paparnya.
Baca Juga: Emiten Energi Bakal Tersengat Kabinet Trump yang Pro Energi Fosil
Alhasil, harga komoditas energi akan cenderung turun harganya, terutama batubara dan minyak bumi. Jika kita melihat dari periode pertama Trump, dia juga akan deregulasi produksi minyak bumi dalam negeri dan melonggarkan menggunakan fracking untuk ekstraksi minyak.
Trump juga diperkirakan akan mengembalikan AS menjadi net exporter untuk minyak, seperti pada periode pertama kepemimpinannya.
“Namun, pelemahan rupiah tidak akan terlalu berdampak dengan kinerja saham para emiten,” tuturnya.
Ezaridho merekomendasikan beli untuk INDF dengan target harga Rp 10.200 per saham.
“Kinerjanya bisa meningkat ditopang bisnis CPO dan volume penjualan mie instan. Namun, ada risiko menurunnya permintaan lantaran ada subsidi bahan pangan dan meningkatnya tarif di pasar internasional,” tuturnya.
Baca Juga: IHSG Menguat 0,48% dalam Sepekan, Intip Sentimen Penggeraknya
Sebaliknya, Head Customer Literation and Education Kiwoom Sekuritas Indonesia Oktavianus Audi mengatakan, pelemahan rupiah terhadap dolar AS dinilai akan berdampak langsung ke sejumlah emiten, khususnya yang memiliki utang dalam dolar AS.
Meski demikian, Audi melihat, pergerakan nilai tukar rupiah saat ini bergerak dalam rentang level Rp 15.400 per dolar AS-Rp 15.900 per dolar AS atau serupa seperti periode Oktober-November pada tahun lalu.
“Jika melihat dari sektoral, maka sektor energi yang dominasi pendapatan dalam dolar AS,” kata Audi kepada Kontan.co.id, Jumat (22/11).
Sedangkan, emiten yang memiliki dominasi utang dalam dolar akan cenderung tertekan di tengah pelemahan nilai tukar rupiah seiring dengan potensi rugi kurs yang dapat melebar.
Misalnya, INDF yang punya utang obligasi dalam dolar AS. Per kuartal III 2024, utang obligasi dalam dolar AS tercatat setara dengan Rp 41,30 triliun.
Baca Juga: IHSG Menguat ke 7.195 Hari Ini (22/11), Ada Net Buy Asing di BBRI, ITMG, BRIS
Anak usaha INDF, PT Indofood CBP Sukses Makmur Tbk (ICBP), juga memiliki utang obligasi jangka panjang dalam dolar AS yang setara dengan sekitar Rp 41,62 triliun.
PT Modernland Realty Tbk (MDLN) memiliki beban masih harus dibayar sebesar dalam dolar AS Rp 104,34 miliar. MDLN juga memiliki utang obligasi dolar AS sebesar Rp 5,72 triliun.
Lalu, PT Aspirasi Hidup Indonesia Tbk (ACES) yang bisa rugi saat terjadi penguatan dolar AS lantaran persediaan barang yang dijual dipasok melalui impor. Per kuartal III 2024, ACES mencatatkan beban pokok penjualan Rp 3,20 triliun.
“Namun, sentimen ini cenderung tidak akan signifikan merubah kinerja para emiten keseluruhan,” ungkapnya.
Baca Juga: IHSG Naik 0,77% ke 7.195 Jumat (22/11), BRIS, GOTO, MBMA Top Gainers LQ45
Audi memperkirakan, pergerakan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS masih dinamis. Terlebih, ada potensi pelonggaran kebijakan moneter dari bank sentral yang masih berlanjut meski akan lebih lambat dari yang diperkirakan pasar.
Tak hanya itu, pelemahan nilai tukar rupiah pada akhirnya dapat menekan likuiditas saham emiten seiring dengan beban keuangan yang meningkat. Sehingga, harga saham mereka akan cenderung tertekan dengan kinerja emiten yang melambat.
“Di sisi lain, emiten dengan pendapatan dolar AS cenderung akan mendapatkan sentimen positif seiring potensi kenaikan laba selisih kurs yang dicatatkan emiten,” paparnya.
Alhasil, Audi merekomendasikan trading buy untuk PGAS dengan target harga Rp 1.660 per saham. Rekomendasi beli diberikan untuk ACES dengan target harga Rp 980 per saham.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News