Reporter: Dina Farisah, Yuliani Maimuntarsih | Editor: Asnil Amri
JAKARTA. Rupiah terpuruk di akhir pekan, Jumat (23/5). Di pasar spot, pasangan USD/IDR naik 1,76% selama sepekan terakhir. Kurs tengah dollar AS di Bank Indonesia naik 1,27% selama sepekan.
Mengutip data Bloomberg, Jumat (23/5), rupiah melemah 0,45% dollar AS dalam sebulan terakhir. Setelah mata uang baht, rupiah menduduki nomor urut kedua sebagai mata uang terlemah di Asia.
Baht sendiri melemah sebesar 0,69% terhadap dollar AS dalam sebulan terakhir. Sementara mata uang regional lainnya seperti ringgit, won, dollar Singapura dan yen relatif menguat terhadap the greenback.
Lana Soelistianingsih, Head of Research PT Samuel Aset Manajemen mengatakan, pelemahan rupiah berbanding terbalik dengan data ekonomi.
Di saat derasnya arus capital inflow, mata uang Garuda justru terdepresiasi. Untuk diketahui, secara year to date, inflow yang membanjiri pasar saham telah mencapai US$ 3,6 miliar atau sekitar Rp 41 triliun.
Sementara per 19 Mei 2014, inflow dalam bentuk obligasi telah masuk sebanyak Rp 67 triliun. “Namun nyatanya rupiah justru mengalami tekanan. Pemicu tekanan rupiah berasal dari faktor politik, dimana pemilu presiden mendatang diperkirakan cukup ketat,” ungkap Lana, Jumat (23/5).
Lana bilang, peta dukungan terhadap calon presiden (Capres) dan calon wakil presiden (Cawapres) Prabowo dan Hatta Rajasa cukup kuat. Kondisi ini cukup membingungkan bagi pelaku pasar yang semula optimistis terhadap Capres dan Cawapres Jokowi-Jusuf Kalla.
Di luar unsur politik, laju rupiah terhambat karena mulai naiknya impor mengantisipasi bulan Ramadhan dan Hari Raya Lebaran. Faktor lainnya yaitu repatriasi aset yang turut menyumbang tekanan bagi rupiah.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News