kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Rupiah berpeluang lanjutkan tren penguatan hingga akhir tahun 2019


Senin, 10 Juni 2019 / 21:41 WIB
Rupiah berpeluang lanjutkan tren penguatan hingga akhir tahun 2019


Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Handoyo .

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keputusan lembaga pemeringkat Standard and Poor (S&P) untuk menaikkan rating utang Indonesia menjadi layak investasi, memberikan jalan lebar bagi nilai tukar rupiah untuk perkasa hingga akhir 2019. Apalagi, jika berkaca pada data Bloomberg sepanjang 2019 kurs rupiah sudah menguat sekitar 0,97% terhadap dollar AS.

Sebagaimana diketahui, akhir Mei 2019 S&P menaikkan peringkat kredit utang jangka panjang Indonesia atau sovereign credit rating Indonesia dari BBB- menjadi BBB. Itu artinya, peringkat utang Indonesia dalam outlook atau prospek stabil. Selain itu, peringkat utang jangka pendek juga turut dinaikkan menjadi A-2 dari sebelumnya A-3.

Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistianingsih mengungkapkan, prospek nilai tukar rupiah saat ini sangat dipengaruhi sentimen dari luar negeri. Untungnya, Lana menilai pergerakan dollar AS cenderung stabil dan bahkan dalam tren melemah, sehingga memberikan cukup tenaga bagi rupiah untuk bisa melanjutkan penguatan hingga akhir 2019.

Mengutip Bloomberg Senin (10/6) kurs rupiah ditutup menguat sebanyak 0,13% di level Rp 14.250 per dollar AS. Menurut Lana, penguatan rupiah saat ini juga didukung rilis peringkat utang Indonesia oleh S&P akhir Mei lalu.

"S&P sudah menaikkan grade investment Indonesia, itu memberikan sentimen positif dan investor, di mana investor akan cari tempat investasi yang bagus, dan ini harusnya jadi pendorong (penguatan rupiah)," kata Lana kepada Kontan, Senin (10/6).

Ditambah lagi, secara historis tahun pemilu mampu memberikan sentimen positif bagi masuknya dana asing ke Tanah Air. Untuk jangka panjang, pertumbuhan ekonomi diyakini masih cukup baik dan aksi beli dari investor asing masih akan berlanjut bakal menjadi sentimen positif penopang penguatan rupiah hingga akhir tahun.

"Rupiah di sisa 2019 diperkirakan berada pada rentang Rp 14.000 per dollar AS hingga Rp 14.400 per dollar AS. Sedangkan untuk menguat hingga di bawah Rp 14.000 per dollar AS rasanya sulit, karena kondisi neraca perdagangan," ungkapnya.

Menurutnya, syarat untuk rupiah bisa tembus menguat di bawah Rp 14.000 per dollar AS, yakni dengan memperbaiki neraca dagang. Apalagi, berkaca pada kinerja ekspor yang cenderung lesu dan impor yang perlu di rem.

Lana juga meyakini, meskipun ada risiko tekanan terhadap rupiah ke depan, namun rasanya tidak akan terlalu dalam. Artinya hanya sebatas efek aksi beli dolar AS, meskipun permintaan dollar AS untuk kebutuhan ekspor perlu diwaspadai serta dampak turunannya pada neraca perdagangan. Kondisi tersebut juga mengacu pada dampak dari aksi perang dagang antara AS dan China yang tengah berlangsung saat ini.

Adapun untuk nilai teoritis untuk kurs rupiah yakni Rp 14.400 per dollar AS hingga Rp 14.800 per dollar AS. Kisaran tersebut diperoleh dengan mempertimbangkan teori perbedaan inflasi dan suku bunga antara Indonesia dengan AS. 

Lana menghitung, perbedaan inflasi Indonesia dengan AS sekitar 1,5% dari awal tahun, dengan asumsi inflasi Indonesia 3,5% dan inflasi AS 2%, sehingga ada ruang depresiasi 1,5%. Sedangkan untuk suku bunga acuan selisih sekitar 1,75%.

"Dari dua teori tersebut, kita perkirakan nilai teoritis rupiah memungkinkan mengalami pelemahan sekitar perbedaan angka inflasi ataupun suku bunga tersebut," jelasnya.

Selain itu, Ekonom Samuel Aset Management tersebut menilai cadangan devisa untuk Mei 2019 juga cukup positif, di mana sebelum S&P merilis laporannya, pasar sudah cenderung melakukan aksi net buy. Sehingga, diperkirakan akan ada tambahan sekitar Rp 200 juta hingga Rp 500 juta net buy.

"Saya liat akan ada tambahan (cadangan devisa), karena asing lakukan net buy baik di bond maupun di saham. Mungkin akan ada tambahan, tapi enggak akan banyak karena kebutuhan dollar AS di Mei cukup banyak," ujarnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×