Reporter: Akmalal Hamdhi | Editor: Khomarul Hidayat
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Kurs rupiah bergerak volatil di pekan terakhir bulan September 2024. Mata uang garuda ini disetir keputusan suku bunga, stimulus China, hingga eskalasi perang Timur Tengah.
Berdasarkan data Bloomberg, rupiah spot terpantau melemah di hari Senin (23/9), lalu dalam tren menguat pada Selasa (24/9) dan Rabu (25/9). Kemudian, rupiah berbalik melemah lagi di hari Kamis (26/9), sebelum akhirnya rupiah ditutup menguat pada Jumat (27/9).
Pada Jumat (27/9), rupiah ditutup pada posisi Rp 15.125 per dolar Amerika Serikat (AS). Dalam periode sepekan, rupiah melemah 0,16% dari level akhir pekan lalu di Rp 15.100 per dolar AS. Namun secara harian, rupiah menguat sekitar 0,26% dari posisi kemarin di Rp 15.165 per dolar AS.
Sementara itu, rupiah jisdor Bank Indonesia (BI) terpantau melemah sekitar 0,25% dalam sepekan ke level Rp 15.138 per dolar AS dari level akhir pekan lalu Rp 15.100 per dolar AS. Secara harian, rupiah Jisdor BI juga melemah sekitar 0,21% dari posisi kemarin Rp 15.171 per dolar AS.
Baca Juga: Rupiah Spot Menguat ke Rp 15.125 Per Dolar, Jumat (27/9) Terkerek Aliran Dana Asing
Pengamat Mata Uang Lukman Leong mencermati, volatilitas rupiah pekan ini disebabkan faktor eksternal. Ini terutama dipicu pemangkasan suku bunga sebesar 50 bps oleh the Fed pekan lalu dan stimulus ekonomi besar dari China.
Di sisi lain, eskalasi perang di Timur Tengah dan perang di Ukraina membatasi penguatan rupiah. Perang telah meningkatkan kebutuhan dolar AS sebagai aset lindung nilai (safe haven).
"Kedua faktor tersebut (the Fed dan stimulus China) mendukung penguatan rupiah. Namun eskalasi perang membatasi penguatan," jelas Lukman kepada Kontan.co.id, Jumat (27/9).
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengamati, rupiah pekan ini cenderung menguat usai pemberlakuan strimulus moneter dari Tiongkok. Penguatan rupiah juga didorong sentimen risk-on di pasar keuangan Jepang seiring perkembangan politik di negeri Sakura tersebut.
Josua menjelaskan, di awal pekan ini, Gubernur PBoC menyatakan akan memotong giro wajib minimum (GWM) 50 bps untuk meningkatkan likuiditas senilai CNY 1 triliun. Kemudian pemotongan GWM akan berlanjut di akhir tahun, dengan pemotongan sebesar 25bps hingga 50bps.
Selain itu, PBoC juga memotong suku bunga Reverse Repurchase Rate 7-hari sebesar 20bps dari 1,7% ke level 1,5%
Kebijakan yang diumumkan Bank Sentral Tiongkok pada awal pekan, secara resmi diberlakukan mulai hari ini. Faktor tersebut kemudian mendorong optimisme dari pemulihan ekonomi Tiongkok yang berefek positif bagi pasar Asia.
"Sepanjang minggu ini, Rupiah cenderung bergerak menguat terutama karena kebijakan stimulus dari Tiongkok," kata Josua kepada Kontan.co.id, Jumat (27/9).
Berpotensi Volatil Pekan Depan
Lukman menuturkan, volatilitas rupiah kemungkinan masih akan terjadi di pekan depan. Hal itu karena menilai awal bulan selalu dipenuhi data-data ekonomi penting, baik dari dalam dan luar negeri.
Dari domestik, data manufaktur PMI dan inflasi akan menjadi perhatian pada hari Selasa (1/10). Dari eksternal, data manufaktur China, manufaktur dan non-manufaktur AS, serta yamg paling ditunggu investor yaitu data tenaga kerja Non Farm Payroll (NFP).
Lukman menambahkan bahwa rilis data inflasi Price Consumption Expenditure (PCE) AS malam ini akan berpengaruh bagi pergerakan mata uang rupiah. Tetapi, mungkin Dolar AS masih sulit bangkit karena belum lepas dari tekanan keputusan turunnya suku bunga. Di sisi lain, rupiah dan aset berisiko masih akan didukung sentimen positif dari stimulus ekonomi China.
"Apabila tidak ada kejutan pada data ekonomi terutama dari AS, maka rupiah diperkirakan lanjutkan penguatan. Namun juga perlu diwaspadai perkembangan perang di Ukraina dan timteng yang apabila meningkat bisa menekan aset beresiko dan melambungkan safe haven dolar AS," jelasnya.
Baca Juga: Kurs Rupiah Jisdor Menguat ke Rp 15.138 Per Dolar AS, Jumat (27/9)
Josua bilang, pasar mengantisipasi adanya pengetatan pasar tenaga kerja Amerika dan pemulihan sektor manufaktur AS pada pekan depan. Bila kemungkinan itu terjadi, maka rupiah berpotensi melemah terbatas di minggu pertama Oktober tersebut.
Josue memperkirakan, rupiah pada pekan depan akan bergerak di kisaran Rp 15.075 – Rp 15.225 per dolar AS pada pekan depan. Sementara, Lukman memproyeksi rupiah bakal bergerak di kisaran Rp 15.000 – Rp 15.300 per dolar AS di pekan depan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News