Reporter: Wuwun Nafsiah | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Pergerakan rupiah selama sepekan terakhir masih menujukan pelemahan. Rupiah masih mendapat tekanan dari berbagai sisi, sementara stimulus ekonomi pemerintah belum mampu mengangkat mata uang garuda.
Di pasar spot, nilai tukar rupiah naik tipis 0,07% ke level Rp 14.322 per dollar AS dibandingkan sehari sebelumnya. Selama sepekan rupiah melemah 1%. Sementara di kurs tengah Bank Indonesia (BI) nilai tukar rupiah menguat 0,1% ke level Rp 14.306, namun melemah 0,9% dalam sepekan terakhir.
Josua Pardede, Ekonom Bank Permata menjelaskan, pergerakan rupiah selama sepekan terakhir banyak dipengaruhi oleh data global. Tren perlambatan di China masih terjadi, terlihat dari data neraca perdagangan yang mengalami penurunan ekspor dan impor meski mencatat surplus. Data neraca perdagangan China cukup berpengaruh terhadap pergerakan rupiah, mengingat negeri Tiongkok merupakan tujuan ekspor utama Indonesia.
Di samping itu, penguatan nilai tukar dollar AS terhadap mata uang emerging market termasuk rupiah terus terjadi, apalagi menjelang pengumuman suku bunga The Fed. Oleh karena itu, menurut Josua, pergerakan rupiah selama sepekan ke depan akan tergantung pada keputusan The Fed pada rapat Federal Open Market Committee (FOMC) tanggal 17 mendatang.
Sebelum itu, Josua mencatat ada beberapa data yang dapat mempengaruhi pergerakan rupiah. Di antaranya, data industrial production dan retail sales China yang akan dirilis Minggu (13/9). "Industrial production dan retail sales proyeksinya naik sehingga harusnya positif untuk rupiah," ujar Josua.
Selanjutnya, pada Selasa pekan depan AS akan merilis data retail sales yang juga dapat berdampak pada pergerakan rupiah. Sementara dari dalam negeri, pekan depan akan ada rilis data neraca perdagangan dan BI rate. "Investor salah lihat akan cenderung memegang dollar AS menjelang FOMC sehingga dollar AS yang akan menguat sedangkan rupiah melemah," imbuh Josua.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News