kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45985,97   -4,40   -0.44%
  • EMAS1.249.000 2,21%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Rupiah akan stabil bila BI tak menaikkan bunga acuan bulan ini


Senin, 22 Oktober 2018 / 20:30 WIB
Rupiah akan stabil bila BI tak menaikkan bunga acuan bulan ini
ILUSTRASI. Nilai tukar rupiah


Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pergerakan rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS) diproyeksikan akan bergerak stabil, bila Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDGBI) yang berlangsung 22-23 Oktober memutuskan mempertahankan suku BI Seven Days Reverse Repo Rate (BI7DRRR) di 5,75%.

Konsesus pasar memperkirakan, BI masih menahan suku bunga acuan dalam rapat bulan ini. Namun, ruang bagi BI untuk menaikkan suku bunga masih terbuka hingga akhir tahun.

Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengatakan, bila BI mempertahankan suku bunga acuannya maka dampak ke pergerakan rupiah dalam jangka pendek masih akan stabil di rentang Rp 15.150 per dollar AS hingga Rp 15.250 per dollar AS.

Faktor yang mendukung rupiah bisa bergerak stabil adalah berjalannya transaksi domestic non-deliverable forward (DNDF) yang bisa mempercepat pendalaman pasar valas.

"Penerapan NDF akan efektif berjalan minggu depan jadi dalam jangka pendek hal ini bisa megurangi tekanan ke rupiah," kata Josua, Senin (22/10).

Di satu sisi, Josua mengatakan. timbul proyeksi BI cenderung akan mempertahankan suku bunga acuaanya di bulan ini karena inflasi masih terjaga di bawah 3% secara year on year (yoy). Volatilitas rupiah yang sudah mulai menurun bila dibandingkan periode September juga diperkirakan menjadi bahan pertimbangan BI tetap mempertahakan suku bunga acuan.

"Namun, bukan berarti ruang kenaikan suku bunga jadi tertutup, peluang kenaikan suku bunga di sisa kuartal IV masih akan ada untuk mengantisipasi kenaikan suku bunga The Fed di Desember dan perang dagang yang belum usai," kata Josua. Potensi kenaikan suku bunga BI7DRRR juga masih ada untuk mengantisipasi defisit neraca transaksi berjalan yang kembali melebar di kuartal III.

Ekonom Pefindo Fikri C. memproyeksikan, jika BI mempertahankan suku bunga acuan maka rupiah tidak mengalami pergerakan yang signifikan alias stabil di rentang saat ini. "Harusnya sudah price in semua, ya jadi harga terjadi di level sekarang hingga bulan depan," kata Fikri, Senin (22/10).

Muncul banyak anggapan bahwa BI akan mempertakan suku bunga acuannya, menurut Fikri, karena neraca perdagangan September lalu surplus US$ 230 juta. "Meski surplus neraca perdagangan di September masih kecil jumlahnya, itu sudah mendorong rupiah untuk bergerak lebih stabil dibandingkan bulan lalu," kata Fikri.

Namun, di pertengahan November 2018, Fikri memproyeksikan gejolak pergerakan rupiah mulai terjadi jelang kenaikan Fed Fund Rate di Desember.

Secara historis, inflasi AS di bulan Desember akan naik. Maka itu, The Fed jadi memiliki kekuatan untuk menaikkan suku bunga acuannya. "Sejauh ini kemungkinan BI mempertahankan suku bunga karena didorong kenaikan The Fed yang baru akan terjadi di Desember. Jadi kemungkinana gejolak pasar baru akan terjadi jelang Desember bukan di bulan ini," kata Fikri.

Di akhir tahun, Fikri memproyeksikan, pergerakan rupiah ada di rentang Rp 14.700 per dollar AS hingga Rp 15.300 per dollar AS.

Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual menambahkan, hingga akhir tahun BI berkemungkinan masih akan menaikkan suku bunga acuannya, baik besok ataupun November dengan kenaikan sekitar 50 basis poin-75 basis poin. Kemungkinan kenaikan suku bunga BI masih ada karena The Fed juga akan menaikkan suku bunga di akhir tahun.

Bila BI tidak menaikkan suku bunga acuaan di bulan ini, ruang kenaikan suku bunga acuan BI masih terbuka lebar di kuartal IV 2018. Mengingat di Desember, tekanan valas terhadap rupiah akan semakin besar. Apalagi kenaikan suku bunga The Fed besar kemungkinan terjadi di Desember.

Tren permintaan dollar AS di Desember biasanya naik untuk kebutuhan bayar impor, dividen, utang, maupun transaksi jasa. Tantangan rupiah di akhir tahun itu, membuat Josua memproyeksikan, potensi kenaikan suku bunga BI7DRRR di November menjadi 6%.

Di luar sentimen kenaikan suku bunga The Fed, David lebih mementingkan pada data current account deficit (CAD) Indonesia. "Tekanan transaksi berjalan, pemasukan dan demand dollar AS di pasar itu belum berimbang itu yang jadi masalah," kata David.

Menurut David, untuk menjaga stabilitas rupiah serta membuat aset rupiah menarik di mata investor, salah satu cara yang BI harus lakukan adalah dengan menaikkan suku bunga. Di satu sisi pemerintah juga harus berupaya membuat CAD tahun depan posisinya paling tidak di bawah 2,5% dari PDB.

Senada, David memproyeksikan rentang rupiah di akhir tahun berada di Rp 14.900 per dollar AS hingga Rp 15.500 per dollar AS.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
Mastering Financial Analysis Training for First-Time Sales Supervisor/Manager 1-day Program

[X]
×