Reporter: Hikma Dirgantara | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Binary option kembali menjadi buah bibir. Platform yang seolah menawarkan trading ini jadi sorotan karena kini banyak influencer menjadi afiliator suatu binary option. Sebut saja platform binary option seperti Binomo, Octa FX, Olmyptrade, hingga IQ option masih sering berseliweran iklannya di berbagai media sosial.
Padahal, keempat domain web tersebut sudah bolak-balik diblokir oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi pada tahun lalu. Saat ini, akses menuju web tersebut sudah diblokir. Hanya saja, jika menggunakan VPN, keempatnya masih bisa diakses.
Keberadaan para afiliator ini bertugas untuk mengajak masyarakat melakukan trading di platform binary option, kemudian akan mendapatkan komisi. Dari kabar yang beredar, komisi yang didapat para afiliator bisa mencapai 70% dari transaksi pengguna yang kalah atau merugi. Sisanya baru akan masuk ke kantong broker.
Masalahnya, binary option ini secara sistem lebih mirip judi, dimana broker akan berlaku sebagai house, alih-alih trading dengan sesama pengguna.
Pengamat dan praktisi investasi Desmond Wira menyebut, binary option memiliki konsep trading dengan broker, maka besar kemungkinan para trader akan mengalami kekalahan.
Baca Juga: Serupa Judi Online, Tawaran Binary Option Masih Ilegal
Di sinilah salah satu letak kerugian dan risiko dari platform binary option. Terlebih lagi, trader tidak bisa melakukan stop loss atau meminimalisir risiko. Setiap uang yang dijadikan modal akan hangus semuanya jika salah melakukan tebakan apakah harga naik atau turun. Namun, jika tebakannya benar, keuntungan yang didapat justru di bawah 100%. Rata-rata di kisaran 60%.
Ketua Satgas Waspada Investasi Tongam L Tobing secara tegas mengatakan keberadaan para afiliator sebenarnya telah melanggar peraturan perundang-undangan di Indonesia, salah satunya UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
"Di pasal 9 di katakan di sana, pelaku usaha dilarang menawarkan, mempromosikan suatu jasa secara tidak benar, seolah-olah menawarkan suatu yang mengandung janji yang belum pasti. Ini kan janji-janji yang belum pasti, ini pelanggaran terhadap UU Perlindungan Konsumen," kata Tongam kepada Kontan.co.id, Jumat (28/1).
Selain itu, afiliator juga melanggar UU Nomor 32 tahun 1997 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi. Hal ini lantaran disebutkan di pasal 57 bahwa setiap pihak dilarang secara langsung atau tidak langsung memengaruhi pihak lain untuk melakukan transaksi kontrak berjangka, dengan cara membujuk atau memberi harapan di luar kewajaran.
Pada praktiknya, para afiliator ini justru menerapkan hal tersebut dengan mengajak serta memberikan iming-iming keuntungan jika bergabung. Menurut Tongam, apa yang dilakukan para afiliator juga bisa dikatakan sebagai penipuan karena kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh mereka sudah diduga akan merugikan masyarakat.
“Transaksinya bersifat tidak bisa diprediksi, sehingga yang diperoleh afiliator ini adalah keuntungan sebagian besar kerugian masyarakat. Jadi bagi masyarakat yang merasa dirugikan oleh afiliator binary option ini bisa melaporkan mereka ke pihak kepolisian agar diproses secara hukum,” imbuhnya.
Ia bilang, peran SWI adalah untuk melakukan penanganan terhadap entitas yang melakukan kegiatan tanpa melalui pemblokiran sebagai upaya mencegah kerugian masyarakat yang lebih banyak. Selain itu, SWI juga menyampaikan laporan informasi kepada pihak kepolisian.
Baca Juga: Mulai endus penipuan berkedok robot trading, Bappebti blokir domain web terkait
Sementara Presiden Komisioner HFX International Berjangka Sutopo Widodo mengungkapkan, keberadaan afiliator ini makin menjamur karena dunia digital yang memang susah dibendung. Ditambah lagi, dengan masih banyaknya masyarakat Indonesia yang belum melek investasi serta masih ada mindset cepat kaya secara praktis tanpa susah payah juga turut mendorong peluang bagi para afiliator.
Menurutnya, langkah yang diambil regulator dengan melakukan pemblokiran tidak akan banyak berarti, karena afiliator dan binary option tidak akan ada habis dan selalu muncul. Layaknya judi online, pemblokiran dan pembatasan akses tidak akan banyak berarti.
“Jadi ya memang yang paling utama itu adalah masyarakat kita sendiri harus belajar dan mencari tahu terlebih dahulu investasi apa yang mereka ikuti. Jangan gampang tergiur dengan penawaran-penawaran yang ada,” ungkapnya.
Sementara terkait keberadaan afiliator, ia mendorong masyarakat untuk tidak ragu melaporkannya ke pihak kepolisian jika memang dengan sengaja merugikan clientnya dan terbukti memaksa mengajak bergabung.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News