Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Arus dana asing belum signifikan masuk ke pasar Surat Berharga Negara (SBN). Nilai tukar rupiah yang menguat karena dominasi faktor eksternal daripada internal membuat investor asing masih menahan diri.
Berdasarkan data Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko Kementerian Keuangan per Rabu (23/1) kepemilikan asing di SBN mencapai Rp 901,91 triliun atau bertambah Rp 8,66 triliun sejak akhir tahun lalu.
Pertumbuhan tersebut ternyata berbeda jauh sekali dengan kepemilikan asing di SBN pada tahun sebelumnya. Di awal tahun 2018 kepemilikan asing tumbuh jumbo sebesar Rp 44,05 triliun.
"Angka Rp 8 triliun relatif kecil dibandingkan periode yang sama beberapa tahun ke belakang yang rata-rata sudah mencapai di atas Rp 10 triliun," kata Ifan Mohamad Ihsan, analis Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA), Kamis (24/1).
Arus dana asing yang masuk di awal tahun ini juga kecil jika dibandingkan dengan penerbitan Surat Utang Negara (SUN) di awal tahun yang mencapai Rp 73,30 triliun.
Ifan bilang, pertumbuhan harian kepemilikan asing di SBN mencatat aksi net sell di pasar sekunder.
Faktor utama yang menghambat pertumbuhan asing adalah faktor global. Risiko global terlihat semakin meningkat, seperti perang dagang AS dan China yang belum menuai kesepakatan, shutdown di AS, Brexit yang juga belum terjadi kesepakatan, serta pertumbuhan ekonomi China yang diperkirakan melambat.
"Sentimen tersebut menjadi penyebab investor asing terlihat menahan diri untuk masuk ke pasar Indonesia dan emerging market lainnya," kata Ifan.
Senada, I Made Adi Saputra Analis Fixed Income MNC Sekuritas mengatakan arus asing memang lebih banyak masuk ke pasar saham domestik, sementara di pasar obligasi belum signifikan.
Penyebab lain yang membuat asing menahan diri masuk ke pasar obligasi adalah penguatan nilai tukar rupiah yang dominan dipengaruhi oleh melemahnya dollar AS.
"Saat ini rupiah otomatis menguat karena kondisi di AS melemah, tetapi penguatan rupiah ini jadi tanpa dominasi sentimen dalam negeri, artinya nanti rentan kalau dollar AS balik menguat kita kena imbasnya," kata Made.
Lihat saja sepanjang tahun 2018 neraca perdagangan masih tercatat defisit US$ 8,57 miliar. Jumlah tersebut terbesar sejak 2013, bahkan sejak tahun 1975.
"Kalau rupiah melemah akan berdampak pula pada aktivitas investor asing dalam menempatkan dana di SBN," kata Made.
Dalam jangka pendek, Made memproyeksikan kepemilikan asing di SBN masih belum signifikan bertumbuh. Menurut Made, perlu kebijakan khusus yang bisa menyokong rupiah dan membuat arus dana asing ke pasar SBN jadi deras.
Kebijakan pemerintah yang mewajibkan devisa hasil ekspor untuk kembali masuk ke dalam negeri menjadi langkah yang tepat dan memberi sentimen positif bagi rupiah. Dengan memperkuat ekspor maka nilai tukar rupiah bisa terjaga dan asing bisa kembali tertarik masuk ke pasar obligasi domestik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News