Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Persepsi investor terhadap risiko investasi di Indonesia semakin tinggi. Ini terlihat dari pergerakan credit default swap (CDS) Indonesia untuk tenor 5 tahun yang sudah menyentuh level 207,76 sekaligus rekor tertinggi sejak 2016.
Head of Research Pefindo Fikri C Permana menjelaskan, naiknya level CDS saat ini disebabkan meluasnya pandemi corona atau covid-19 secara nasional. Kondisi tersebut merupakan fenomena langka yang terjadi di Tanah Air, sehingga memberikan banyak dampak bagi pasar keuangan Tanah Air. "Ini menyebabkan berbagai spekulasi bergerak seiring dengan kekhawatiran tersebut," kata Fikri kepada Kontan.co.id, Selasa (17/3).
Untuk itu, dia memperkirakan pegerakan CDS ke depan masih dalam tren kenaikan. Ditambah lagi, profil fundamental ekonomi Indonesia yang masih membukukan current account defisit dan national saving relatif rendah turut menjadi sentimen pendorong CDS masih akan menanjak.
Baca Juga: IHSG anjlok 4,99% ke 4.456,75 hingga tutup pasar Selasa (17/3), net sell Rp 1 triliun
Di samping itu, investasi di hampir semua asset class keuangan Tanah Air disebutkan Fikri kebanyakan dimililiki asing, sebagaimana tergambar dari balance of payment yang negatif. Sehingga risiko penurunan ekonomi global, disertai capital flight to quality atau capital outflow yang diikuti panic selling di Indonesia, dikhawatirkan bakal menekan pasar keuangan cukup signifikan.
"Saya belum melihat kapan (kekhawatiran) berakhir, karena kehawatirannya global. Bahkan The Fed memangkas suku bunga acuannya (FFR) 125 bps, saya pikir mungkin akan lama dampaknya," kata Fikri.
Di sisi lain, dampak dari lonjakan CDS akan terefleksi pada peningkatan risiko premi untuk semua asset class domestik. Beberapa di antaranya seperti spread yield antara Surat Utang Negara (SUN) dengan US treasury akan meningkat, bahkan yield SUN juga akan meningkat.
Baca Juga: Penawaran masuk pada lelang SUN hari ini mencapai Rp 51,30 triliun
Selain itu, bahkan terjadi net sell asing di pasar saham. Ditambah lagi, kenaikan CDS juga berpotensi mendorong suku bunga deposito valas meningkat. Fikri menilai diperlukan langkah regulator untuk menumbuhkan optimisme masyarakat di tengah isu merebaknya virus corona untuk menahan kenaikan CDS lebih lanjut.
"Jika optimisme ada, saya pikir berbagai kebijakan yang ada saat ini, baik insentif fiskal, buyback saham ataupun berbagai protokol pasar keuangan dan kemungkinan penurunan suku bunga acuan, diharapkan akan berdampak lebih cepat dan signifikan," tandasnya.
Baca Juga: Pasar keuangan bergejolak, investor lebih pilih emas
Sementara itu, dengan situasi saat ini Fikri menilai ada banyak faktor yang membuat pasar obligasi belum bisa merasakan dampak positif kenaikan CDS. Antara lain, kondisi nilai tukar rupiah yang saat ini melemah dan menjadi pertimbangan bagi investor asing khususnya dalam melihat SUN sebagai instrumen investasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News