kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Risiko investasi Indonesia semakin menurun


Selasa, 11 Maret 2014 / 06:53 WIB
Risiko investasi Indonesia semakin menurun
ILUSTRASI. Gelaran Hospital Expo yang ke 34 di Jakarta Convetion Center (JCC) pada 19-21 Oktober 2022 ini. DFSK ikut meramaikan acara tersebut dengan menampilkan kendaraan komersial ramah lingkungannya, yaitu Gelora E Ambulans.


Reporter: Wahyu Satriani | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Premi risiko investasi di Indonesia semakin menurun. Ini tercermin dari credit default swap (CDS) Indonesia tenor 10 tahun yang cenderung menurun. Kemarin, CDS Indonesia berada di posisi 255,60. Bahkan, Jumat lalu (7/3), CDS Indonesia sempat menyentuh level terendah sejak Oktober 2013 di 242,46.

CDS tak ubahnya asuransi kredit. Instrumen derivatif ini menjadi salah satu indikator persepsi tentang risiko investasi di pasar keuangan suatu negara. Makin tinggi angka CDS, makin tinggi pula risikonya. Kian rendah CDS, makin minim pula risikonya.

Fakhrul Aufa, analis Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) menilai, inflasi yang mulai rendah dan kenaikan cadangan devisa Indonesia, menurunkan posisi CDS. Sebagai gambaran, Bank Indonesia mencatat, cadangan devisa Indonesia pada akhir Februari 2014 sebesar US$ 102,74 miliar, naik dari posisi Januari 2014 yang sebanyak US$ 100,65 miliar.

Data ini tak pelak mengangkat kekuatan rupiah. Di pasar spot, kemarin, rupiah menguat 0,61% ke 11.370. Saat bersamaan, arus dana asing mengalir deras ke pasar keuangan Indonesia. Per 5 Maret 2014, dana asing di surat utang negara (SUN) mencapai Rp 344,9 triliun atau 32,86% dari total SUN yang diperdagangkan. Di pasar saham, net buy asing mencapai Rp 10,96 triliun sejak awal tahun ini.

Head of Fixed Income Mandiri Sekuritas, Handy Yunianto, menilai, defisit neraca transaksi memang krusial bagi naik turunnya CDS. Jika defisit transaksi berjalan turun, risiko makin berkurang.

Herdi Rany Wibowo, Head of Debt Capital Market BCA Sekuritas, menyatakan, pasar begitu mencermati posisi neraca berjalan. "Saya kira, hal tersebut yang menjadi faktor utama saat ini," tandas.

Meski menurun, sejatinya CDS Indonesia masih terbilang tinggi. Lihat saja, CDS Malaysia tenor 10 tahun yang hanya 148,46, atau CDS Thailand di level 188,21. Kendati demikian, kata Fakhrul, investor asing masih meminati obligasi Indonesia. Ini tercermin dari kepemilikan asing di SUN yang bertambah. Lelang surat utang pemerintah dari awal tahun juga selalu banjir permintaan. Fakhrul menilai tingginya minat investor disebabkan oleh yield obligasi Indonesia yang masih cukup tinggi.

"Artinya high risk high return berlaku di situ," tutur dia. Fakhrul memperkirakan, CDS akan naik lagi seiring tingginya tingkat risiko saat pelaksanaan pemilu. Jika pemilu aman dan hasilnya memuaskan pasar, CDS Indonesia bisa turun kembali.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×