kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.199   57,86   0,81%
  • KOMPAS100 1.105   10,32   0,94%
  • LQ45 877   10,94   1,26%
  • ISSI 221   0,89   0,40%
  • IDX30 448   5,61   1,27%
  • IDXHIDIV20 539   4,64   0,87%
  • IDX80 127   1,22   0,97%
  • IDXV30 135   0,58   0,43%
  • IDXQ30 149   1,55   1,05%

Revisi pajak obligasi segera keluar


Selasa, 19 November 2013 / 08:04 WIB
Revisi pajak obligasi segera keluar
ILUSTRASI. Dapatkan cashback 30% saat membeli pulsa dan paket data IM3 dengan GoPay.


Reporter: Dina Farisah | Editor: Wahyu T.Rahmawati

JAKARTA. Revisi Peraturan Pemerintah Nomor 16 tahun 2009 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan berupa Bunga Obligasi memasuki tahap final. Aturan baru tersebut paling lambat keluar akhir tahun ini.

Revisi aturan ini akan memastikan perpanjangan pajak atas bunga obligasi yang menjadi aset dasar reksadana sebesar 5% hingga tahun 2020. Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Nurhaida bilang, insentif pajak atas bunga obligasi sebesar 5% berlaku hingga akhir tahun ini.

Selanjutnya, PP Nomor 16 menyebutkan pajak atas bunga obligasi di reksadana sebesar 15% mulai awal tahun depan. Tapi, melihat pasar reksadana yang belum menggeliat maka pemerintah merasa perlu memperpanjang masa berlaku insentif pajak.

Kata Nurhaida, OJK telah berdiskusi dengan Direktorat Jenderal Pajak membahas hal tersebut. Saat ini, draf revisi PP 16/2009 sudah diproses di Kementerian Keuangan dan telah memasuki tahap akhir. "Kalau kami ingin tahun depan belum diberlakukan pajak sebesar 15%, berarti paling lambat akhir tahun ini sudah ada revisinya berbentuk peraturan pemerintah," papar Nurhaida, Senin (18/11).

Sebelumnya, Dirjen Pajak Fuad Rahmany menegaskan, perpanjangan masa berlaku insentif pajak sebesar 5% hingga tahun 2020. Setelah itu, pajak atas bunga obligasi dikenakan sebesar 10%.

Menanggapi hal ini, Nurhaida menyerahkan keputusan pada pemerintah. Menurutnya, pemberlakukan pajak 10% pasca tahun 2020 akan lebih baik dibanding 15%. Bahkan, jika insentif pajak bisa dipertahankan di level 5% tentu akan lebih baik lagi.

Insentif pajak atas bunga obligasi masih diperlukan mengingat industri reksadana di Indonesia masih tertinggal dibanding negara lain.

Berdasarkan data OJK, asset under management (AUM) reksadana Indonesia dibanding produk domestik bruto (PDB) masih di level 3,5% pada tahun lalu. Angka ini jauh tertinggal dibanding Malaysia yang telah mencatatkan rasio AUM terhadap PDB 49,60% pada tahun 2010. Sementara Singapura jauh lebih unggul dengan rasio AUM terhadap PDB sebesar 493,3% pada tahun 2010.

Presiden Direktur Bahana TCW Investment Management Edward P Lubis mengatakan, penundaan pemberlakuan pajak atas bunga obligasi yang menjadi aset dasar reksadana sebesar 15% pada tahun depan sudah sepatutnya dilakukan. "Pajak terhadap investor reksadana tidak bisa disamakan dengan deposito. Sebab investor reksadana memiliki risiko lebih besar, sehingga patut memperoleh award lebih besar," ucap Edward.

Direktur PT Mandiri Manajemen Investasi, Wendy Isnandar menambahkan, kenaikan pajak atas bunga obligasi bisa diterapkan pasca tahun 2020. Ia optimistis, industri reksadana semakin siap saat pemberlakuan pajak yang lebih tinggi saat itu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×