Reporter: Akhmad Suryahadi | Editor: Handoyo .
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Angin segar kembali berembus ke pasar saham tanah air. Sejumlah perusahaan berencana untuk menggelar initial public offering (IPO) dengan mengumpulkan dana segar yang cukup besar.
Salah satunya yang paling banyak diperbincangkan saat ini adalah rencana IPO dari GoTo, perusahaan hasil merger Gojek dan Tokopedia. Unicorn terbesar di tanah air ini konon mampu mengumpulkan dana segar lebih dari Rp 10 triliun dari hasil IPO.
PT Dayamitra Telekomunikasi (Mitratel), anak usaha PT Telkom Indonesia Tbk (TLKM) juga berencana untuk melepaskan sahamnya ke bursa saham. Perusahaan yang melayani jasa penyewaan menara telekomunikasi tersebut dikabarkan mengincar dana US$ 1 miliar melalui proses IPO.
Baca Juga: Ini rencana bisnis Bank Multiarta Sentosa pasca IPO
Perusahaan tambang pure-play emas (pure-play gold producer) PT Archi Indonesia yang melepas sebanyak-banyaknya 4,97 miliar saham ke publik atau setara 20% dari modal ditempatkan dan disetor setelah IPO. Pada masa penawaran awal (bookbuilding) yang berlangsung dari 31 Mei 2021 sampai dengan 9 Juni 2021, Archi membuka kisaran harga Rp 750-Rp 800 per saham. Dengan demikian, target nilai emisi IPO Archi mencapai Rp 3,97 triliun.
Equity Research Coordinator Erdikha Elit Sekuritas Hendri Widiantoro menilai, pertumbuhan investor setiap tahunnya cenderung mengalami kenaikan, terlebih sejak pandemi Covid-19 dimana jumlah investor naik cukup signifikan karena efek dari kampanye-kampanye investasi yang dilakukan, salah satunya di sosial media.
Hal ini membuat masyarakat juga mulai sadar akan pentingnya investasi, sehingga mendorong beberapa perusahaan juga tertarik untuk meng-IPO-kan perusahaannya. Selain karena faktor kebutuhan tambahan modal, perusahaan juga melihat antusiasme dari para investor.
“Sehingga, perusahaan juga melihat hal itu merupakan kesempatan yang baik untuk masuk ke pasar modal,” terang Hendri kepada Kontan.co.id, Senin (7/6).
Meski demikian, Hendri tidak memungkiri kondisi pasar saham saat ini sebenarnya masih cenderung berisiko akibat adanya dampak dari pandemi Covid-19 yang. Namun, kondisi tahun ini memang jauh lebih baik jika dibandingkan dengan tahun lalu, dimana pertumbuhan ekonomi sempat negatif, daya beli masyarakat yang rendah, dan masyarakat yang lebih banyak melakukan saving dibandingkan dengan melakukan pengeluaran.
Belum lagi, banyak proyek infrastruktur yang tertunda, yang membuat beberapa perusahaan atau emiten juga merasakan dampaknya terutama dari sisi penjualan dan pendapatan di tahun 2020. “Kondisi saat ini menurut saya jika dibandingkan dengan hal tersebut jelas sudah lebih baik, namun belum sepenuhnya pulih,” sambung dia.
Saat ini pun tren suku bunga masih cenderung rendah, bertahan di level yang sama, yakni 3,5%. Artinya Bank Indonesia masih berusaha memberikan stimulus bagi perusahaan dan masyarakat dari sisi kebijakan moneter yang belum diubah, yakni untuk mendorong konsumsi dan pengeluaran.
Sementara itu, Kepala Riset Yuanta Sekuritas Chandra Pasaribu mengatakan, tujuan dari gelaran IPO sebenarnya kembali ke target yang hendak dicapai oleh masing-masing perusahaan, terutama karena adanya kebutuhan akan modal guna meningkatkan investasi dan pertumbuhan.
Ditambah, adanya sejumlah keuntungan apabila menjadi perusahaan publik. Misalnya, perusahaan terbuka memiliki kemudahan dari sisi perpajakan sehingga hal ini menambah daya tarik perusahaan untuk IPO. “Jadi tidak hanya semata masalah sentimen. IPO dengan emisi kecil seringkali lebih bersifat strategis dan tidak utamanya dalam mencari pendanaan dari pihak ketiga,” terang Chandra, Senin (7/6).
Terkait sejumlah rencana IPO dengan emisi besar, Chandra menilai timing saat ini sudah cukup baik. Bunga deposito saat ini cukup rendah, sehingga berpotensi menggaet investor untuk mendapatkan imbal hasil yang lebih menjanjikan di saham-saham IPO. Hal ini membuat pasar saham saat ini cukup likuid.
Selanjutnya: Masa penawaran umum selesai, Ladangbaja Murni catatkan kelebihan permintaan 356 kali
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News