Reporter: RR Putri Werdiningsih | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Harga minyak mentah kembali terpuruk. Kemarin, harga minyak West Texas Intermediate (WTI) kontrak pengiriman Mei 2018 di New York Mercantile Exchange mengalami koreksi 1,33% ke level US$ 64,38 per barel.
Harga komoditas ini terkoreksi lantaran cadangan minyak Amerika Serikat (AS) naik Tekanan muncul karena persediaan minyak AS yang bertambah dan dollar AS yang menguat, ungkap Deddy Yusuf Siregar, analis Asia Tradepoint Futures, kemarin.
Berdasarkan data American Petroleum Institute (API), persediaan minyak AS pada pekan yang berakhir 24 Maret lalu naik 5,3 juta barel menjadi 430,6 juta barel. Hasil ini cukup mengejutkan pasar dan membuat harga minyak langsung terkoreksi.
Tekanan bagi emas hitam ini bertambah setelah indeks dollar AS kembali menguat. Pada pukul 15.15 WIB kemarin, indeks dollar AS terbang 0,10% ke level 89,461. Karena itu, menurut Deddy, secara fundamental belum ada sentimen lain yang mampu mengerek harga minyak.
Sejatinya, menurut analis Global Kapital Investama Berjangka Nizar Hilmy, pernyataan Arab Saudi yang berniat melakukan pemangkasan produksi bersama Rusia hingga 20 tahun ke depan sempat membuat pasar sumringah. Ditambah lagi, meningkatnya ketegangan di kawasan Timur Tengah berpotensi mengganggu produksi minyak dan membuat harga masuk tren bullish.
Fase konsolidasi
Karena itu, Deddy memprediksi koreksi harga tidak akan berlangsung lama. Harga minyak akan kembali menguat. Dalam perhitungannya, di akhir kuartal I, harga akan ditutup pada level US$ 62,50 per barel. Setelah itu di kuartal dua harga bisa kembali menguat, kata dia, Rabu (28/3).
Tapi, Deddy juga memperkirakan, pada kuartal dua harga minyak berada dalam fase konsolidasi. Penyebabnya, rencana perpanjangan pemangkasan produksi oleh anggota Organization of the Petroleum Exporting Countries (OPEC) malah membuat Negeri Paman Sam semakin gencar memompa produksi minyaknya. Karena itu, Deddy menghitung harga minyak pada periode April-Juni akan berada dalam kisaran US$ 60-US$ 66 per barel.
Belum lagi potensi penguatan dollar AS membuat minyak tak bertenaga. Laporan Badan Ekonomi dan Statistik AS yang menyebut pertumbuhan ekonomi kuartal IV 2017 mencapai 2,9% dipastikan membuat the greenback melesat. Realisasi pertumbuhan ini jauh di atas perkiraan pasar yang hanya 2,7%. Bahkan angka ini naik signifikan dari pertumbuhan ekonomi kuartal III-2017 yang sebesar 2,5%.
Untuk hari ini, harga minyak bakal dipengaruhi data stok minyak AS pada pekan yang berakhir tanggal 24 Maret. Kemarin, Energy Information and Administration (EIA) mengumumkan, stok minyak AS naik 1,6 juta barel. Padahal pekan sebelumnya, stok berkurang 2,6 juta barel.
Hal tersebut membuat Deddy memprediksi harga minyak bergerak di rentang US$ 63,50-US$ 66,63 per barel. Sedang Nizar meramal, sepekan ke depan minyak bergerak antara US$ 62-US$ 67 per barel.
Secara teknikal, harga minyak saat ini berada di atas moving average (MA) 50, MA 100 dan MA 200. Kemudian moving average convergence divergence (MACD) berada di area positif. Potensi kenaikan diperkuat oleh indikator relative strength index (RSI) di level 57 dan indikator stochastic di level 51.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News