Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Sanny Cicilia
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pergerakan reli di pasar obligasi Indonesia, analis proyeksikan tidak akan berlangsung lama. Hingga akhir tahun pasar obligasi berpotensi ditutup melemah atau mencatatkan penurunan return secara satu tahun berjalan.
Melunaknya pertumbuhan ekonomi di Amerika Serikat dan apresiasi rupiah belakangan ini sempat membawa pergerakan reli di pasar obligasi domestik.
Berdasarkan data Indonesia Bond Pricing Agency, kinerja pasar obligasi dalam negeri ditutup menguat hingga sepekan lalu, dan merupakan penguatan selama empat pekan berturut-turut. Sedangkan hingga Senin (12/11), Indonesia Composite Bond Index (ICBI) tercatat naik 3,34% secara month on month.
Namun di akhir pekan lalu, Analis Indonesia Bond Pricing Agency (IBPA) Nicodimus Anggi melihat laju pasar sedikit tertahan akibat ekspektasi melebarnya defisit transaksi berjalan Indonesia di kuartal III 2018 dan pernyataan hawkish dari The Fed.
Untuk sepekan ini, Nico memproyeksikan rally di pasar obligasi tidak akan berlanjut. Pasar obligasi berpotensi melemah di pekan ini karena respons negatif pasar terhadap sinyal hawkish dari pertemuan The Fed. Rilis defisit transaksi berjalan Indonesia di kuartal III 2018 yang melebar jadi 3,37% terhadap PDB, sedangkan pada kuartal II 2018 defisit transaksi berjalan hanya 3,02% terhadap PDB, diproyeksikan menjadi faktor penekan kinerja pasar di pekan ini.
Sentimen tersebut juga dikhawatirkan akan memicu kembali keluarnya dana investor asing dari pasar SBN dan dapat memicu penurunan nilai tukar rupiah. Dari sisi transaksi, aktivitas pasar sekunder obligasi diprediksi belum akan terlalu semarak karena terpicu wait and see kinerja eskpor impor Indonesia serta pidato dua presiden bank sentral, yakni Jerome Powell dan Mario Draghi.
Hingga akhir tahun, Nico memproyeksikan pasar obligasi berpotensi ditutup melemah atau mencatatkan kinerja negatif secara setahun penuh. Investor asing berpotensi keluar dari pasar obligasi domestik karena ketidakpastian dan dinamika ekonomi global mengenai isu perang tarif dagang masih terjadi.
Selain itu, rencana pengetatan kebijakan moneter negara-negara maju seperti kenaikan Fed Fund Rate serta penghentian quantitative easing dari European Central Bank (ECB) juga berpotensi memicu outflow.
"Seperti yang kita ketahui, besarnya porsi investor asing di pasar SBN menunjukkan pasar rentan terhadap dinamika sentimen global," kata Nico, Selasa (13/11).
Sementara dari domestik, sentimen penekan pasar obligasi bisa datang dari kekhawatiran investor terhadap indikator ekonomi domestik salah satunya melebarnya defisit transaksi berjalan yang akhir-akhir ini menjadi yang diperhatikan pelaku pasar.
"Saat ini kebijakan pemerintah, OJK, atau BI dalam menerapkan strategi untuk menangani isu ekonomi domestik dan global diharapkan dapat menjadi senjata ampuh untuk meredam tekanan dan menjadi momentum untuk mempertahankan daya tarik pasar keuangan domestik," kata Nico. Pemerintah perlu merumuskan kebijakan untuk memperbaiki kinerja current account deficit (CAD) Indonesia atau menaikkan kembali suku bunga acuan BI seven days reverse repo rate jika rupiah kembali menjauhi level fundamentalnya.
Sementara, Research Analyst Capital Asset Management, Desmon Silitonga memproyeksikan CAD di kuartal IV berada di 2,9% lebih baik dari dari kuartal-kuartal sebelumnya. Kinerja pasar obligasi pun bergantung pada pergerakan rupiah. Dengan CAD yang lebih baik, harusnya rupiah bisa kembali menguat dan jadi sentimen positif bagi pasar obligasi.
Di tahun depan, dengan proyeksi The Fed tidak akan seagresif tahun ini dalam menaikkan suku bunga , Desmon perkirakan likuiditas investor asing akan kembali ke emerging market. Apaalgi bila pertumbuhan domestik bisa stabil di 5,2% ataupun lebih baik di tahun ini.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News