Sumber: Reuters | Editor: Anna Suci Perwitasari
KONTAN.CO.ID - MELBOURNE. Harga minyak kembali menguat untuk hari keempat dan berada di level tertinggi dalam tujuh tahun. Sentimen positif bagi minyak datang karena pemadaman pipa dari Irak ke Turki yang meningkatkan kekhawatiran tentang prospek pasokan yang sudah ketat di tengah masalah geopolitik di Rusia dan Uni Emirat Arab.
Rabu (19/1) pukul 09.30 WIB, harga minyak mentah berjangka jenis Brent untuk kontrak pengiriman Maret 2022 naik US$ 1,44 atau 1,7% ke US$ 88,95 per barel. Ini menambah lonjakan 1,2% di sesi sebelumnya dengan harga kontrak acuan sempat capai US$ 89,05, posisi tertinggi sejak 13 Oktober 2014.
Setali tiga uang, harga minyak mentah berjangka jenis West Texas Intermediate (WTI) untuk kontrak pengiriman Februari 2022 naik US$ 1,51, atau 1,8% menjadi US$ 86,94 per barel. Pada sesi sebelumnya, WTI juga melonjak 1,9% dan sempat berada di level US$ 87,08, tertinggi sejak 9 Oktober 2014.
Katalis bagi harga minyak di pagi ini datang setelah operator pipa negara Turki, Botas, mengatakan akan memotong aliran minyak di pipa Kirkuk-Ceyhan setelah ledakan pada sistem. Hingga saat ini, penyebab ledakan belum diketahui.
Pipa itu membawa minyak mentah keluar dari Irak, yang merupakan produsen terbesar kedua di Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC), ke pelabuhan Turki di Ceyhan untuk diekspor.
Baca Juga: Harga Minyak Melonjak ke Rekor Tertinggi Dalam 7 Tahun, Ini Penyebabnya
Kerugian itu terjadi karena para analis memperkirakan pasokan minyak yang lebih ketat pada 2022, sebagian didorong oleh permintaan yang bertahan jauh lebih baik dari yang diperkirakan walau ada virus corona varian Omicron yang sangat menular. Bahkan beberapa analis memprediksi, harga minyak dapat kembali ke US$ 100 per barel.
Selain itu, masalah geopolitik di Rusia, produsen minyak terbesar kedua di dunia, dan UEA, produsen terbesar ketiga OPEC, menambah kekhawatiran pasokan.
UEA pada Selasa malam menyerukan pertemuan Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk mengutuk serangan di Abu Dhabi pada hari Senin (17/1) yang dilakukan gerakan Houthi Yaman, yang juga telah mengancam serangan lebih lanjut.
Sementara itu, pasukan Rusia berbaris di perbatasan Ukraina. Gedung Putih menyebut krisis itu sangat berbahaya dan mengatakan Rusia dapat menyerang kapan saja.
Ketegangan meningkatkan prospek gangguan pasokan pada saat OPEC+, sudah mengalami kesulitan memenuhi target yang disepakati untuk menambah pasokan 400.000 barel per hari setiap bulan.
"OPEC+ gagal mencapai kuota produksi mereka dan jika ketegangan geopolitik terus memanas, minyak mentah Brent mungkin tidak perlu banyak dorongan untuk mencapai US$ 100 per barel," kata analis OANDA Edward Moya dalam sebuah catatan.
Baca Juga: Harga Emas Bergerak Datar di Dekat Level Terendah Satu Minggu Pada Pagi Ini (19/1)
Konsumsi bahan bakar jet meningkat dengan pertumbuhan penerbangan internasional. Analis komoditas Commonwealth Bank Vivek Dhar menambahkan, lalu lintas jalan jauh lebih tinggi dari waktu yang sama tahun lalu.
"Keterbatasan pasokan OPEC+ dan peningkatan berkelanjutan dalam permintaan minyak global kemungkinan akan membuat harga minyak didukung dengan baik dalam beberapa bulan mendatang," pungkas Dhar.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News