Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Prospek reksadana saham di jangka menengah hingga jangka panjang diyakini masih akan positif. Associate Director PT Ashmore Asset Management Indonesia, Steven Satya Yudha menilai banyak sentimen positif ke depan yang mampu menopang kinerja instrumen investasi satu ini.
Salah satunya, pasca kemenangan Joe Biden dalam pilpres AS, hubungan politik dan perdagangan AS dan negara-negara berkembang diharapkan semakin membaik. Selain itu, perkembangan vaksin Covid-19 yang sudah berada di fase akhir oleh beberapa perusahaan farmasi seperti Pfizer, Moderna, Sinovac, akan mendorong pemulihan ekonomi yang lebih cepat daripada ekspektasi.
Adapun sentimen dari domestik, menurut Steven, pengesahan Omnibus Law akan mendorong peningkatan arus dana asing masuk atau foreign direct investment (FDI) dan domestic direct investment (DDI) di Tanah Air, sekaligus meningkatkan daya beli dalam jangka panjang.
"Valuasi pasar saham saat ini juga relatif menarik, mengingat laporan pendapatan emiten kuartal ketiga 2020 cenderung lebih baik dari ekspektasi dan situasi suku bunga rendah di dalam maupun luar negeri akan mendorong aliran dana konsisten masuk ke pasar saham" ungkap Steven kepada Kontan.co.id, Kamis (26/11).
Baca Juga: IHSG hijau, reksadana saham bakal menjadi pilihan favorit
Apalagi dengan laju kenaikan IHSG saat ini, Steven mengakui permintaan reksadana saham mulai kembali pulih terutama dari investor institusi yang tahun ini cenderung tertinggal dibandingkan investor retail. Hingga September 2020, dana kelolaan Ashmore Asset Management Indonesia mencapai Rp 25,2 triliun rupiah dan terus meningkat. "Sekitar 75% dana kelolaan kami berada pada aset kelas saham," ujar dia.
Dalam pengelolaannya, Ashmore Asset Management Indonesia mengandalkan saham-saham blue chips berkapitalisasi besar di tengah derasnya aliran dana investor asing. Manager investasi satu ini, cenderung memilih saham yang bersifat cyclical seperti perbankan dibandingkan saham defensif. "Kami juga melihat saham-saham berbasis telekomunikasi dan properti berpotensi diuntungkan dengan diluncurkannya omnibus law," tambah Steven.
Baca Juga: Saham masih undervalued sekitar 8%, reksadana saham menarik untuk dilirik
Berkaca pada kondisi pasar saat ini, Steven menyarankan investor untuk mulai melihat horizon waktu investasi yang lebih panjang dibanding sekedar mengejar profit jangka pendek. Ini karena siklus yang akan dihadapi dalam dua tahun hingga tiga tahun ke depan akan relatif lebih stabil dan positif dibandingkan tiga tahun ke belakang yang memiliki banyak gangguan seperti perang dagang dan pandemi.
Terkait tren suku bunga rendah, Steven menilai itu akan memicu permintaan yang lebih tinggi terhadap reksadana saham maupun pendapatan. Ditambah lagi, likuiditas di sistem perbankan saat ini cenderung tinggi.
Adapun instrumen tradisional seperti deposito saat ini memberikan yield yang sangat rendah dan cenderung masih akan mengalami penurunan dalam beberapa waktu ke depan. "Momentum ini akan dimanfaatkan investor untuk kembali berinvestasi pada reksadana di tengah laju pemulihan ekonomi domestik maupun global," tandas dia.
Baca Juga: IHSG bullish, prospek reksadana saham bakal hijau hingga akhir tahun
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News