Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Wahyu T.Rahmawati
Alhasil, harga obligasi pun meningkat dan turut mendorong permintaan reksadana pendapatan tetap 10 bulan terakhir. Ditambah lagi, kekhawatiran pelaku pasar akan pelambatan ekonomi global yang menjurus ke arah resesi membuat investor cenderung memilih aset-aset yang rendah risiko seperti obligasi.
"Teorinya ketika ada resesi, akan ada banyak perusahaan yang turun kinerjanya, maka yang paling aman ya pegang surat utang perusahaan dan kecenderungannya jangka panjang," jelasnya.
Untuk tahun depan, Wawan optimistis kinerja reksadana pendapatan tetap masih akan menanjak. Hal ini didukung tingkat inflasi yang diprediksi hanya 2% di akhir tahun dan BI Rate yang masih di posisi 5%.
Apalagi, umumnya spread antara inflasi dengan BI Rate berkisar 3%, sehingga Wawan melihat masih ada ruang bagi BI untuk kembali memangkas suku bunga acuannya sebanyak dua kali di tahun depan. Dengan begitu, investor masih sangat direkomendasikan untuk masuk ke pasar reksadana pendapatan tetap dari sekarang.
Baca Juga: Pasar Obligasi Dibanjiri Dana Asing premium
Adapun proyeksi imbal hasil SUN untuk tenor 10 tahun berada di kisaran 6,5% hingga 7% di akhir tahun. Untuk obligasi korporasi rating A di kisaran 8% hingga 8,5% dan untuk peringkat BBB di 9% -10% di akhir tahun.
Direktur Investasi PNM Investment Management Solahudin menjelaskan, pihaknya masih tetap bullish pada Surat Berharga Negara (SBN) terutama tenor relatif panjang. "Namun, kami juga tetap berhati-hati menyiasati situasi saat ini, di mana harga SBN sudah naik cukup signifikan," kata Solahudin kepada Kontan.co.id.
Untuk itu, pihaknya akan terus memantau setiap perkembangan terbaru, baik di domestik maupun global. Solahudin pun menegaskan bahwa pihaknya selalu cepat dan sigap dalam mengambil tindakan (trading). "Dalam jangka pendek hingga menengah ini, kami masih banyak alokasi aset di SBN. Komposisinya sekitar 90% SBN," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News