Reporter: Danielisa Putriadita | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Reksadana Manulife Dana Tetap Utama milik Manulife Investment Management berhasil berkinerja lebih tinggi dari rata-rata. Aset obligasi pemerintah tenor atau durasi menengah dan panjang jadi penyokong kinerja.
Berdasarkan data Infovesta, reksadana Manulife Dana Tetap Utama berhasil mencatatkan kinerja 13,63% secara year to date (ytd) hingga November. Kinerja tersebut jauh lebih tinggi dari kinerja rata-rata reksadana pendapatan tetap yang tercermin dalam Infovesta 90 Fixed Income Fund Index yang sebesar 8,93% di periode yang sama
Director and Chief Investment Officer Fixed Income PT Manulife Aset Manajemen Indonesia Ezra Nazula mengatakan, strategi pengelolaan reksadana Manulife Dana Tetap Utama berfokus pada Surat Utang Negara (SUN) tenor menengah hingga panjang. "Mengingat sekarang kurva imbal hasil sangat steep antara tenor pendek dan panjang, artinya masih ada value di tenor 10 tahun ke atas," kata Ezra, Jumat (4/12).
Kinerja reksadana yang unggul ini juga didukung oleh sentimen penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia ke 3,75%. Ezra menjelaskan era suku bunga global yang rendah membuat hampir setengah obligasi di dunia memiliki imbal hasil di bawah 1%. Kondisi ini membuat secara relatif yield yang ditawarkan Indonesia menarik di mata investor asing.
Baca Juga: Kinerja Reksadana TRAM Strategic Plus unggul tersokong SUN durasi panjang
Selain itu, pasar obligasi juga didukung oleh sentimen ekspektasi pelemahan kurs dolar Amerika Serikat (AS). Ujungnya, aliran dana asing akan mengalir ke pasar berkembang seperti Indonesia.
Ezra memproyeksikan sentimen positif di atas juga akan menjadi sentimen yang membawa yield SUN tenor 10 tahun menurun di tahun depan ke level 5,5%. Sementara, imbal hasil reksadana pendapatan tetap di 2021 tidak akan setinggi kinerja di tahun ini.
Namun, Ezra memperkirakan kinerja pasar obligasi dapat tetap solid dan berada di kisaran 8%-10%. Ezra memproyeksikan tantangan yang mungkin menghampiri pasar obligasi bisa datang dari faktor masalah geopolitik yang memicu risk off. Selain itu jika pandemi belum juga selesai dan perlambatan ekonomi masih berlanjut maka bisa menyebabkan aliran dana asing ke pasar berkembang terhambat.
Baca Juga: Reksadana syariah jadi pilihan unggul selama pandemi
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News